Ini merupakan laporan perjalanan kami saat gagal melakukan pendakian gunung Agung dua tahun silam. Walaupun kejadian ini sudah cukup lama kami alami, tapi saya merasa perlu untuk membagikan pengalaman ini disini. Pertanyaannya adalah kenapa bisa sampai gagal ? Bagaimana kami melalui kegagalan itu ? Lalu hikmah dan pelajaran apa yang kami peloreh dalam perjalanan kami ini ?
Jumat, 14 November 2014
Pada jumat Malam, kami tim pendakian melakukan
persiapan untuk pendakian besok harinya. Persiapan dilakukan secara individu di
rumah masing-masing namun tetap melakukan koordinasi via telepon. Persiapan
yang kami lakukan ialah menyiapkan perlengkapan dan juga logistik yang
dibutuhkan. Kami berbelanja di pasar untuk melengkapi perbekalan logistik kami.
Persiapan kami lakukan sematang mungkin. Kami juga membuat checklist perlengkapan yang kami bawa secara detail. Persiapan
belum selesai sedangkan waktu sudah larut malam sehingga kami memutuskan untuk
melanjutkan persiapan kami esok harinya. Kami sepakat untuk berkumpul di
sekretariat Mapala Loka Samgraha besok pada pukul 10 pagi untuk kemudian berangkat
bersama-sama ke tempat tujuan.
Sabtu, 15 November 2014
Pada pukul 6 keesokan harinya, kami melanjutkan persiapan yang belum
selesai. Persiapan tersebut ialah meminjam perlengkapan pendukung dari Mapala
Loka Samgraha, dan membeli perlengkapan lainnya seperti spirtus. Dalam
pendakian kali ini perlengkapan pendukung yang kami pinjam yakni Tenda 1 buah,
GPS 1 buah, Kompas 2 buah, nesting 1 set, dan kamera 1 buah. Waktu menunjukan
pukul 10, beberapa anggota tim sudah terlihat berkumpul di sekretariat. Persiapan
sudah selesai dilakukan dan checklist
perlengkapan (checklist perlengkapan terlampir) pun sudah dibuat dan di tempel
di sekretariat. Kami berempat pun siap untuk berangkat menuju gunung Agung.
Rencana awal untuk berangkat pada pukul 10 tidak bisa dijalankan
karena ada penambahan personil secara mendadak yakni Kanda ALB. Mas Ahmad
Fauzi. Beliau memutuskan untuk ikut melakukan pendakian pada saat bertemu kami
di sekretariat. Akhirnya kami menunggu beliau pulang ke rumahnya di Dencarik
untuk melakukan persiapannya dengan ditemani oleh Suartama. Sembari menunggu
beliau kami melakukan pengecekan perlengkapan kami kembali. Akhirnya Suartama
dan mas Fauzi kembali pada pukul 12.00 WITA, setelah semua anggota tim
berkumpul kami melakukan briefing dan
pengecekan ulang sekali lagi. Setelah semua persiapan sudah fix, sebelum
berangkat kami berdoa bersama dan mendengarkan arahan dari teman-teman yang
tidak ikut mendaki seperti saudara Widiadnya. Tepat pukul 13.00 WITA kami berangkat
dari sekretariat menuju Kabupaten Karangasem menggunakan sepeda motor, kami
menggunakan 3 sepeda motor, 2 motor di gunakan bergandengan dan 1 motor
dikendarai oleh 1 orang.
Di perjalanan menuju Karangasem kami sempat beberapa kali berhenti
sejenak, pertama di pertamina sangket untuk mengisi bensin motor kami.
Kemudian, kami juga sempat berhenti di Penelokan Bangli untuk istirahat
sejenak. Sambil istirahat, disana kami membeli bakso dan mengambil beberapa foto
keindahan gunung Batur. Namun, di tempat ini Wahab kehilangan jaket jurusannya.
Ia tidak sadar untuk menaruh jaketnya dengan baik. Setelah istirahat kami rasa
cukup, Kami pun melanjutkan perjalanan menuju Karangasem. Tidak jauh dari
penelokan ada pemeriksaan yang dilakukan oleh beberapa polisi. Kami pun
berhenti dan memberikan surat-surat yang diminta. Kami juga menjelaskan bahwa
kami akan mendaki gunung Agung. Setelah pemeriksaan selesai kami dipersilahkan
melanjutkan prjalanan.
Tepat pukul 15.48 WITA kami sampai di polsek
selat, Karangasem untuk melaporkan pendakian yang akan kami lakukan. Di sana
kami bertemu dengan polisi yang bertugas. Mereka terlihat bersahabat dan komunikatif,
sehingga kami merasa nyaman untuk menyampaikan maksud kedatangan kami. Kami
menjelaskan kepada mereka bahwa kami anggota dari Mapala Loka Samgraha UNDIKSHA
akan melakukan pendakian ke gunung Agung. Namun, sangat disayangkan petugas
tersebut menyampaikan bahwa pada saat ini pendakian ke gunung Agung untuk sementara
tidak diperbolehkan. Hal ini dikarenakan masih adanya persembahyangan di Pura
Pasar Agung yang sudah berlangsung selama hampir sebulan kebelakang. Ini dimaksudkan
agar tidak mengganggu kekhusukan persembahyangan yang diadakan. Beliau
menjelaskan bahwa informasi penutupan jalur pendakian ini sudah dipublikasikan
di berbagai media seperti dalam Koran Bali Post. Informasi tersebut mengatakan
bahwa pendakian baru diizinkan kembali mulai tanggal 21 November 2014. Beliau
sangat menyayangkan bahwa kami tidak bisa melanjutkan pendakian, tapi apa boleh
buat, ini semua dilakukan agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.
Kami sangat menyayangkan hal ini bisa terjadi.
Persiapan yang sudah sedemikian rupa terasa percuma setelah mengetahui kami
tidak bisa melanjutkan pendakian ke gunung Agung. Ini adalah kesalahan kami
yang tidak mengecek terlebih dahulu secara detail tentang perizinan pendakian
gunung Agung. Perlu diketahui bahwa gunung Agung adalah gunung yang sangat
disucikan oleh umat hindu di Bali. Di gunung Agung tepatnya di Pura Pasar Agung sering
diadakan upacara keagamaan pada hari-hari tertentu setiap tahunnya. Jadi, untuk
selanjutnya setiap pendakian ke gunung Agung harus mencari informasi yang valid
mengenai perizinan mendaki gunung Agung, ada atau tidak tidaknya
persembahyangan di sana. Informasi bisa didapat dengan menghubungi polsek selat
atau dengan mencari informasi di media sosial atau pun di Koran Bali Post. Di
sisi lain kita juga bisa mencari informasi dari relasi atau teman kita sesama
pendaki.
Menyadari bahwa pendakian gunung Agung saat itu
sudah tidak mungkin dilanjutkan, untuk
sementara kami melupakan keinginan untuk mendaki gunung Agung. Kemudian, kami
pun mencari gunung pengganti agar perjalanan dan semua perlengkapan serta logistic
yang sudah di beli tidak percuma. Setelah berdiskusi sejenak, kami pun sepakat
untuk mendaki gunung Abang yang berada tidak terlalu jauh dari gunung Agung. Kami
merasa gunung Abang juga memiiki keunikan dan keindahan tersendiri. Gunung
Abang yang memiliki ketinggian 2169 M dpl. ini memiliki medan yang cukup
menantang, sehingga cocok untuk dijadikan latihan untuk mendaki gunung Agung
yang lebih menantang. Dengan pertimbangan itu kami pun mengubah rencana awal
kami dengan pendakian ke gunung Abang.
Pada pukul 15.55 WITA kami pun pamit dengan pihak polsek selat dan berangkat
menuju gunung Abang di kabupaten Bangli. Kami sampai di pos pendakian gunung
Abang pada pukul 17.30 WITA untuk melapor. Disana kami bertemu dengan petugas
yang tengah berjaga. Beliau menjelaskan bahwa untuk melakukan pendakian ke
gunung Abang kita perlu mengeluarkan biaya masuk sebanyak 200 ribu per kelompok
yang berjumlah 5 orang dengan ditemani 1 orang pemandu lokal. Kami merasa ini
merupakan jumlah yang cukup besar. Kami mencoba melakukan lobiying dan akhirnya
kami hanya dikenai biaya 50 ribu dengan asumsi kami tidak ditemani pemandu lokal.
Selain itu juga kami jelaskan bahwa kami akan melakukan pembersihan di jalur yang kami lalui. Kami merasa
beruntung petugas tersebut cukup bersahabat. Sebelum kami berangkat, beliau
memberikan sedikit arahan kepada kami. Beliau menjelaskan bahwa disepanjang
perjalanan menuju puncak gunung Abang kami akan menemukan beberapa pura yang
disucikan, kami dihimbau untuk melakukan persembahyangan yang dimaksudkan untuk
memohon izin untuk melakukan pendakian. Beliau juga menghimbau agar selama
perjalanan kita harus menjaga etika dan tidak melakukan hal-hal yang tidak
baik.
Setelah masalah administrasi diselesaikan kami membeli perlengkapan
sembahyang yakni canang sari dan dupa, kemudian melakukan persembahyangan di
pura dekat pos pendakian(Pura pertama). Setelah selesai kami pun berangkat
menuju ke tempat dimana kami memarkir motor kami tapi sebelumnya kami titipkan
helm kami terlebih dahulu di pos pendakian. Ditengah perjalanan menuju tempat
kami memarkir motor, kami menemukan pura (pura ke dua) lagi dan kami pun
sembahyang lagi. Setelah itu kami kembali mengendarai motor, dan tidak jauh
dari pura sebelumnya kami kembali menemukan pura lagi(pura ke tiga), namun kali
ini pura yang kami temukan sedikit berbeda. Di pura ini kami banyak menemukan
patung-patung yang sangat unik, dan sedikit menyerupai manusia. Patung-patung
tersebut terlihat memenuhi area pura dengan disusun sedemikian rupa, sepertinya
patung-patung tersebut sangat disakralkan oleh warga sekitar. Ukurannya pun
beragam ada yang kecil bahkan ada yang besar hampir seukuran manusia. Disana
kami bersembahyang dan tidak lupa kami juga mengabadikan pura-pura tersebut
dengan mengambil beberapa gambarnya. Setelah itu, tidak jauh dari pura tersebut
kami sampai di tempat dimana kami memarkirkan motor kami. Sebelum melanjutkan
perjalanan, kami berdoa sejenak dan setelah itu kami pun mulai berjalan kaki
melalui jalan setapak, dimana saat itu waktu tepat menunjukan pukul 18.18 WITA.
Diawal perjalanan tidak ada kendala yang berarti bagi kami, semua
berjalan sesuai yang diharapkan. Pada saat kami mulai perjalanan hari sudah
cukup gelap sehingga kami menyiapkan alat penerangan dan menaruhnya di luar cerier
agar mudah diambil. Formasi tim pun kami atur sedemikian rupa agar perjalanan
menjadi lebih efektif. Suartama sebagai leader
ia memimpin di depan, ini dikarenakan hanya dia yang tahu jalur pendakian
gunung Abang. Kemudian disusul oleh wahab dan lingga. Selanjutnya ada agasi
dibarisan ke 4. Dan terakhir adalah Mas Fauzi diurutan terakhir sebagai sweeper. Adapun Trek yang kami lalui
tidak terlalu sulit masih terbilang cukup landai. Sebagian besar trek yang kami
lalui berupa tanah dan sedikit batu kerikil kecil. Trek yang kami lalui di ini
berupa hutan dengan semak-semak disamping kiri dan kanan. Beberapa kali kami
sempat mngambil posisi istirahat sejenak dengan membungkukan badan kami dan
meminum air beberapa teguk. Sekitar setengah jam kami akhirnya sampai di pura
selanjutnya (pura ke empat) yakni tepat pukul 18.55 WITA.
Letak gunung Abang yang berdampingan dengan gunung Batur di sisi barat laut mengindikasikan bahwa gunung Abang merupakan bagian dari kaldera
gunung Batur purba yang memiliki ketinggian Mdpl. Hal ini lah yang membuat Trek
yang kita lalui dalam pendakian gunung Abang ini bisa dibilang cukup unik. Bila
digambarkan lebih jauh, jalur pendakian ini dimulai dari arah barat gunung
Abang yakni kaki gunung Abang yang terus menuju puncak ke arah timur. Jalan
setapak yang dilalui merupakan tepian punggungan gunung Abang yang berbatasan
langsung dengan danau Batur di arah barat daya, sehingga disisi barat daya pendaki akan
terlihat tebing yang sangat curam yang mengarah langsung ke danau batur dan
juga gunung batur yang mempesona. Tentu saja, para pendaki akan merasakan
nuansa ekstrim namun masih bisa menikmati panorama yang indah ini. Di sisi lain,
diarah tenggara trek terlihat hutan yang cukup lebat dan luas. Kedua panorama
yang memiliki daya tarik tersendiri ini lah yang membuat jalur pendakian ini
menjadi menarik. Itu pun yang kami raskan saat itu. Di pura ke empat ini kami
beristirahat sejenak serta memakan sedikit roti untuk mengganjal perut sambil
menikmati pemandangan yang indah ke arah barat daya. Tidak lupa kami juga melakukan
persembahyangan di pura ini. Setelah istirahat dirasa cukup kami kembali
melanjutkan perjalanan.
Perjalanan kali ini kami mulai merasakan sedikit kesulitan. Kami
sudah merasa kelelahan dikarnakan perjalanan jauh sebelumnya yakni saat kami
mengendarai sepeda motor. Kami juga belum mengisi tenaga kami dengan makanan
utama. Kami berencana baru akan makan di puncak gunung Abang, karena kami rasa
perjalanan tidak terlalu jauh lagi. Oleh karena itu, kami sedikit memaksakan
diri kami untuk terus melakukan perjalanan. Seringkali kami melakukan istirahat
sejenak di tengah jalan untuk minum dan memakan sedikit snack. Saat itu salah satu anggota tim yakni Mas Fauzi terlihat
sudah sangat letih, terlihat dari wajahnya yang sedikit pucat. Kami terus
menyemangatinya dan ia pun sedikit demi sedikit dapat meneruskan perjalanan.
Selain itu, selama perjalanan kami merasa khawatir akan turun hujan karena
sebelumnya langit terlihat agak mendung. Tapi kami sudah menyiapkan jas hujan
di kantung carrier yang terluar untuk berjaga-jaga, selain itu barang-barang
kami didalam cerrier sudah dilapisi dengan trash
bag, jadi kami sudah aman. Kemudian, Kesulitan lain yang kami hadapi di
perjalanan kali ini ialah medan yang sedikit lebih sulit. Kali ini medan berupa
trek yang terus menanjak dengan sedikit sekali jalan landai. Terkadang treknya
tidak memiliki pijakan yang nyaman, sehingga kita harus mencari pegangan ke
semak atau pohon. Kerja sama sangat dibutuhkan dalam perjalanan kali ini.
Trek yang kami lalui saat ini lebih mengarah
sedikit kekanan menjauhi tepian lereng namun masih terlihat jelas tepian tebing
curam itu. Ditengah perjalanan kami menemukan hal unik lainnya di gunung Abang
ini. Di tengah trek yang menanjak kami menemukan akar panjang yang terbentang
di sepanjang jalan, dimana salah satu ujungnya terikat kuat di batng pohon.
Jadi kami bisa menggunakan akar ini sebagai alat bantu naik. Akar-akar ini
cukup kuat Untuk dijadikan pegangan, namun harus digunakan bergantian satu per
satu untuk menjaga kalu akar tersebut
tidak terlalu kuat. Sepertinya akar-akar ini sengaja dibuatkan oleh para
pendaki sebelumnya untuk mempermudah melewati medan yang sulit ini. Kami merasa
terbantu oleh adanya akar-akar ini.
Akhirnya setelah satu jam lebih kami pun sampai di
pura selanjutnya (pura kelima) tepat pada pukul 20.05 WITA. Seperti biasa kami
melakukan persembahyangan dan beristirahat sejenak. Kami sempat berpikir untuk
bermalam disini mengingat kondisi fisik yang sudah lemah. Namun akhirnya kami
putuskan untuk melanjutkan perjalanan ke puncak dengan pertimbangan bahwa puncak
sudah tidak jauh lagi. Selain itu, bila kita bermalam disini besok kita harus
melanjutkan perjalanan dan harus menyediakan tenaga untuk perjalanan turun yang
lebih berat lagi. Dengan tidak berlama-lama lagi kami pun melanjutkan
perjalanan. Tidak jauh dari pura kelima kami melihat pohon besar yang sudah
lama tumbang menghalangi jalan kami. Dari sana kami pun lebih berhati-hati
kalau-kalau ada pohon yang tumbang lagi, karena itu sangat berbahaya. Semakin
lama kami berjalan semakin kami merasa kelelahan. Sampai-sampai kami hampir
merasa putus asa dan berpikir untuk menghentikan perjalanan dan mendirikan
tenda di tengah jalan. Tapi Suartama sebagai leader yang pernah mendaki gunung
Abang sebelumnya memberikan semangat kepada kita, dia berkali-kali menyampaikan
bahwa puncak tinggal bebearapa belokan lagi dan tinggal beberapa menit saja
sampai. Beberapa cara pun kami lakukan untuk memotivasi diri kami untuk
melanjutkan perjalanan. Kami sering melontarkan candaan atau banyolan tentang
berbagai hal. Terkadang kami mentertawakan nasib malang kami yang tidak jadi
mendaki gunung Agung dan malah mendaki gunung Abang. Bisa dibilang selama
pendakian ini kita tak henti-hentinya tertawa bersama. Setiap orang ari kami
sering kali melontarkan banyolah khasnya masing-masing. Bisa saja tertawa
terlalu sering juga menjadi salah satu penyebab kami kelelahan.
Trek menanjak dengan akar-akar pohon yang menonjol
keluar menjadi pijakan kami dalam berjalan terus kami lalui. Jalan yang
berkelok-kelok ke kanan lalu ke kiri menambah kerisauan kami menanti puncak
gunung Abang. Pepohonan yang lebat dan tinggi menghalangi pandangan kami
sehingga kami tidak bisa melihat puncaknya membuat kami tidak tahu kapan kami
akan sampai di puncaknya. Hingga akhirnya kami sampai di sebuah tanjakan yang
di ujungnya berbelok ke kanan. Suartama yang lebih dulu berjalan jauh di depan tiba-tiba
berteriak pada saat ia sampai di belokan tersebut. Ia berteriak girang dan
mengatakan pada kami bahwa kita sudah sampai di puncak gunung Abang. Mengetahui
hal tersebut kami yang sedang duduk kelelahan sontak langsung berlari melewati
tanjakan tersebut seolah tidak menghiraukan rasa lelah yang kami derita. Di
belokan tersebut kami melihat kearah kanan dan ternyata benar kami melihat
gapura sebagai gerbang terakhir menuju puncak gunung Abang. Kami semua akhirnya
sampai di puncak gunung Abang, dimana terdapat satu pura lagi (pura ke enam)
dibalik gapura yang kami lewati. Pada saat itu waktu menunjukan tepat pukul 21.39
WITA. Hal pertama yang kami lakukan saat sampai di sana adalah merebahkan badan
kami dengan carier yang masih terpasang di pundak kamiyang sudah basah oleh
keringat. Sekitar 5 menit kami berbaring, rasanya sangat bahagia sekali
akhirnya bisa sampai di puncak gunung Abang.
Setelah melepas rasa lelah kami pun langsung melakukan kegiatan kami
di puncak. Karena suhu disini sudah terasa sangat dingin agar kami bisa cepat
makan dan istirahat kami pun membagi tugas kepada setiap anggota tim. Agasi dan
fauzi bertugas mendirikan tenda, lingga dan suartama mencari kayu bakar dan
wahab bertugas membuat api. Hal itu lah yang wajib di lakukan pertama kali saat
memutuskan untuk bermalam, karena semua itu sangat penting bagi keselamatan pendaki. Setelah tenda berdiri
dan api menyala kami menyeiapkan perlengkapan masak don logistic yang kkami
bawa lalu kemudian memasukan sisa barang lainnya kedalam tenda. Selanjutnya
kami memasak bersama-sama sambil menikmati roti sebagai pengganjal perut yang
sudah keroncongan. Masakan yang kami masak adalah nasi, telur dan kacang
panjang yang ditumis dan mie goreng. Selain masakan tadi wahab membawa makanan
special dari rumahnya yakni teri goreng pedas buatan ibunda tercinta yang sudah
di packing rapi kedalam toples.
Sambil menunggu masakan siap disajikan kami semua berkumpul dan membentuk
lingkaran. Di sinilah kami kembali bercanda dan bercerita satu sama lain. Kami
menyegarkan kembali otak kami setelah apa yang kami alami di perjalanan tadi.
Tak lupa untuk menghangatkan tubuh kami, kami membuat kopi dan energen hangat.
Tak terasa akhirnya semua masakan siap di santap. Tidak berlama-lama lagi kamu
pun menyantap semua masakan yang kami buat. Malam itu kami merasa masakan yang
kami buat sangat enak sekali. Kami tidak menyisakan sedikit pun masakan yang
kami buat. Benar-benar terlihat sekali bahwa kami sudah sangat kelaparan. Perut
kami pun akhirnya sudah terisi penuh dan kami pun kembali bertenaga. Setelah
makan, kami merapikan kembali peralatan masak kami agar kami mudah
menggunakannya esok hari.
Sebelum istirahat kami menghabiskan kopi hangat kami sambil menikmati
indahnya pemandangan yang ada. Dari awal kami sampai di puncak kami tidak
begitu memperhatikan pemandangan sekitar, mungkin karena perut kami yang
kelaparan dan badan yang masih kelelahan. Sekarang setelah tenaga kami pulih
dan pikiran kami sudah fresh kembali, kami baru menyadari bahwa pemandangan dari
puncak gunung Abang di malam hari sangat mengagumkan. Dari sini kami bisa
melihat hamparan bintang yang indah di langit.
Tidak hanya di langit kami juga melihat hamparan cahaya di yang indah
dan tidak kalah indahnya dengan bintang di langit. Cahaya itu adalah
lampu-lampu yang ada di pemukiman. Pemandangan ini bisa kami nikmati berkat
cuaca yang cerah, tidak ada awan yang menutupi pandangan kami saat itu, kami
sungguh beruntung. Sungguh moment yang sulit untuk dilupakan.
Kami menikmati pemandangan tersebut sampai kami
lupa waktu. Sampai kami akhirnya sadar harus beristirahat untuk memulihkan
kondisi fisik kami. Oleh karena itu kami pun beristirahat tepat pukul 00 22
WITA. Sebelum tidur kami memasang alarm agar dapat menyaksikan sun rise di pagi hari. Di dalam tenda
kami tidur berhimpitan sebanyak 5 orang. Awalnya kami mendapatkan masalah.
Tenda yang kami gunakan sedikit robek di bagian depan bawah. Beruntung suartama
sudah berjaga-jaga dari awal, ia membawa lakban. Masalah pun teratasi dengan
menambal lubang tersebut dengan lakban. Suhu udara semakin malam terasa semakin
dingin namun itu tidak menjadi masalah karena kami semua sudah membawa Sleeping Bag untuk menghangatkan tubuh kami.
Kemudaian di saat kami tertidur, masalah lain pun datang. Angin berhembus cukup
kencang dari kedua sisi tenda kami, beruntung kami memasang tenda kami dengan
kuat dan kokoh jadi kami aman. Kami tertidur sangat nyenyak sekali, tidur pun terasa
nikmat sekali malam itu, kami tak peduli dengan apa yang terjadi, ini semua
berkat perjalanan yang melelahkan.
Minggu, 16 November 2014
Di keesokan harinya pada pukul 05.30 WITA kami terbangun, namun
karena suhu udara di luar masih sangat dingin kami belum berani keluar. Setelah
beberapa menit salah seorang diantara kami Suratama memeberanikan diri untuk
keluar. Sedangkan kami tetap berdiam diri di dalam tenda dan menghangatkan diri
menggunakan sleeping bag. Tidak lama
setelah suartama keluar ia pun bersorak girang, ia mengatakan tentang keindahan
pemandangan sekitar. Kami yang ada di dalam tenda merasa penasaran dengan
pemandangan di luar. Satu per satu kami menyusul keluar, di luar kami bertemu
dengan seorang kakek yang berjalan melewati tenda kami dan menuruni lereng.
Uniknya ia berjalan tidak beralaskan kaki, menggunakan celana pendek, memakai
baju biasa, dan menenteng barang semacam sangkar burung. Sedangkan kita
mengunakan pakain hangat lengkap. Itu merupakan moment yang menggelikan,
bagaimana tidak kita dikalahkan oleh seorang bapak tua pencari burung. Setelah
itu kami baru fokus melihat sekeliling kami, dan memang benar bahwa
pemandangannya sangat indah diluar. Walaupun sun rise tidak terlihat karena tertutup kabut tapi ada
pemandangan indah lain sebagai konpensasinya. Kami bisa melihat puncak gunung Rinjani yang berada jauh sekali di pulau Lombok sana dari atas sini.
Kami juga bisa melihat gunung Batur yang indah dibalut awan putih dengan danau
batur di bawahnya. Sesekali kabut terlihat naik dan menghalangi pandangan,
namun menambah suasana jadi lebih indah. Semua pemandangan disemua sisi gunung
jadi lebih jelas terlihat setelah matahari naik. Melihat semua pemandangan
indah itu kami mengambil beberapa foto bersama.
Di tengah pemandangan indah yang ada kami melihat pemandangan yang
menyedihkan. Kami baru menyadari bahwa semua pepohonan yang tumbuh di lereng
sebelah barat daya gunung yang mengarah ke danau batur semuanya habis terbakar. Jadi
yang terlihat adalah pemandangan gersang di sisi barat daya gunung dan hijau rindang
disisi tenggara gunung. Bahkan ada beberapa pohon yang terbakar parah hingga
mengakibatkan batangnya bolong terbakar di tengah-tengahnya. Sungguh
pemandangan yang miris dan menyedihkan. Kami teringat dengan apa yang
disampaikan petugas penjaga pos pendakian gunung Abang bahwa sebagian hutan di
gunung Abang baru mengalami kebakaran hebat baru-baru ini. Berdasarkan
penuturan petugas tersebut penyebab kebakaran hutan tersebut adalah musim panas
yang berkepanjangan sebelumnya. Seharusnya hal ini tidak terjadi bila pihak
yang bertanggung jawab sigap mengatasi masalah ini. Tapi di tengah lahan yang gersang tersebut
terlihat benih dan tunas baru yang tumbuh kembali. Sepertinya pepohonan yang
sudah terbakar tersebut masih bisa tumbuh kembali. Semoga saja seiring
berjalannya waktu tunas dan benih yang tumbuh kembali segera membuat kondisi hutan
menjadi pulihseperti sedia kala. Pemerintah yang bertanggung jawab pun
diharapkan dapat lebih sigap dalam mengatasi masalah serupa di kemudian hari.
Pagi itu kami benar-benar dimanjakan oleh keindahan alam di
sekeliling gunung Abang. Waktu kami habiskan untuk berfoto-foto dengan kamera
yang kami bawa. Selain berfoto dengan membawa bendera Merah Putih serta bendera
Loka Samgraha Ada beberapa dari kami yang berfoto sambil membawa
tulisan/kata-kata yang yang ditulis dalam selembar kertas untuk ditujukan
kepada seseorang. Kemudian ada juga yang borfoto dengan menggunakan jaz
almamater UNDIKSHA yang dibawanya dari rumah. Ini kami lakukan sebagai
dokumentasi dan kenang-kenangan. Puas berfoto ria kami mulai bersiap untuk
memasak makanan untuk sarapan. Kami berencana untuk memasak pagi harinya saja,
karena kami berencana untuk turun disiang hari. Pagi itu kami memasak nasi,
tempe goreng, dan mie rebus campur sosis dan kacang panjang. Setelah selesai
masak kami langsung menyantap masakan tersebut dengan lahapnya. Kami menyisakan
makanan kami untuk makan siang harinya.
Matahari sudah mulai naik dan cuaca saat itu sangat cerah, mendorong
kami untuk bermalas-malasan dipuncak. Kami membuat kopi dan meminumnya bersama
di tepi puncak dan menghadap langsung ke arah barat daya ke gunung Batur dan danau
nya. Sambil mengobrol kami pandangi gunung Batur. Disana kami membuat dokumentasi berupa video
yang di prakarsai oleh Mas Fauzi sebagai Kameramennya. Setelah itu beberapa
diantara kami ada yang merasa masih mengantuk sehingga memutuskan untuk tidur
lagi dengan menggelar carry matt.
Pada intinya kami sangat menikmati waktu kami saat berada di puncak gunung
Abang kala itu. Kami merasa seolah-olah sedang berada di gunung privat, tidak
ada seorang pun selain kami yang berada disana. Jadi di ketinggian gunung Abang
yang mencapai 2169 Mdpl hanya kami yang ada disana. Di sana kami merasakan
kesunyian, jauh dari keramaian kota. Di tengah kesunyian ini kami merasa lebih
dekat dan akrab dengan teman-teman kami yang lain. Hal ini juga menjadi salah
satu keistimewaan pendakian kali ini.
Setelah
lama kami bermalas-malasan berada di puncak, kami memutuskan untuk kembali
turun dan melanjutkan perjalanan pulang. Sebelumnya kami mmemakan makanan yang
kami masak tadi pagi agar kami mempunyai tenaga yang cukup untuk perjalanan
gunung. Setelah makan, kami membongkar tenda dan mempacking kembali semua
barang-barang kami. Tak lupa kami juga mengecek kembali api yang sudah kami buat sebelumnya, kami memastikan api sudah padam
sepenuhnya dengan menyiraminya dengan air. Sebagai insan pecinta alam kami juga
wajib mengecek kembali keadaan sekitar tempat kami mendirikan tenda, agar
bersih dari sampah yang kami buat. Kami memungut sampah kami dan memasukannya
ke dalam trash bag yang sudah kami
sediakan. Sesuai dengan rencana semula, dalam perjalanan turun ini kami akan
melakukan pembersihan sampah yang ada
di sepanjang jalan yang kita lalui. Oleh karena itu, kami akan membawa trash bag sembari menuruni gunung.
Setelah pembersihan selesai dilakukan, kami segera menyiapkan jaz hujan dengan
menaruhnya di cerries palin atas, agar mudah di keluarkan. Hal ini kami lakukan
meningat cuaca terlihat sedikit mendung, Kami khawatir akan turun hujan.
Akhirnya pada pukul 13.00 dengan berat hati kami pun memulai perjalanan turun
gunung setelah berdoa bersama sebelumnya.
Perjalanan pulang kami rasa tidak seberat perjalanan mendaki kemarin.
Namun demikian, kami tetap berhati-hati karena kali ini trek yang kami lalui
berupa turunan yang cukup berbahaya. Di perjalanan pulang ini kami dapat lebih
jelas melihat trek yang kami lalui, begitu juga pemandangannya. Hutan yang
lebat dengan pohon-pohon besar di sisi tenggara gunung terlihat sangat menyejukan
hati. Tebing curam di sisi barat daya gunung pun terlihat mengagumkan di siang hari
mengundang kami untuk kembali mengambil beberapa foto. Namun, kembali kami
melihat yang mengiris hati kami. Di sepanjang jalan yang kami lalui, sering
kali kami melihat goresan-goresan berupa nama yang terukir di kulit batang
pohon yang masih hidup hasil dari perbuatan tangan-tnagan jail. Miris sekali
kami melihatnya, kami tidak habis piker betapa tidak bertanggung jawabnya
mereka yang telah melukai pohon-pohon itu. Mereka adalah orang-orang bodoh yang
hanya memikirkan diri sendiri, menuliskan nama mereka dan berharap ada yang
melihat lalu membacanya. Tidak hanya itu, kami juga melihat banyak sekali
sampah-sampah pelastik yang berserakan di sepanjang trek yang kami lewati. Ini
adalah ulah dari para pendaki gunung yang tidak bertanggung jawab, membuang
sampah sembarangan. Sampah plastic yang kami temukan bahkan ada yang terlihat sudah
lama sekali terkubur. Sambil lewat kami memunguti sampah-sampah plastic yang
kami temukan tersebut.
Dua
penomena ini sungguh merupakan pemandangan yang tidak enak dilihat. Kami merasa
sedih melihat hal ini bisa terjadi di gunung yang justru merupakan salah satu
gunung yang disucikan di Bali. Kami merasa tidak rela gunung-gunung yang ada di
bali khususnya gunung Abang terus di rusak dengan hal-hal semacam ini. Hal ini
harus menjadi perhatian kita bersama, bagaimana kita bersama-sama bisa menjaga
kesucian dan kebersihan gunung-gunung yang ada di bali. Khususnya untuk para
pendaki agar lebih sadar akan kelestarian dan keindahan gunung yang didaki.
Sambil
terus melanjutkan perjalanan kami juga tetap memunguti sampah yang kami temui.
Kami bergantian membawa trash bag yang
sudah berisi banyak sampah. Dalam perjalanan ini kami tidak terlalu banyak
beristirahat, sehingga tidak membutuhkan waktu yag lama kami akhirnya sampai di
pura yang ke lima stelah kami menemui pohon tumbang yang menghalangi jalan. Di
sana kami hanya beristirahat sebentar hanya untuk minum seteguk air minum. Di
tempat ini lah yang memiliki sampah paling banyak dan kebanyakan sampah yang
kami temui berupa bungkusan makanan. setelah selesai beristirahat kami kembali
melanjutkan perjalanan. Seperti biasa entah kenapa di sepanjang perjalanan kami
tidak henti-hentinya tertawa. Salah satu hal yang membuat kami tertawa
terbahak-bahak kali ini ialah, di sepanjang jalan secara kebetulan kami
bergantian buang angin selama perjalanan. Yang paling pertama buang angin adalah
suartama yang berjalan paling depan. Gas yang dikeluarkan memiliki aroma yang
sangat tidak sedap, sehingga orang yang berjalan mengikuti di belakangnya
merasa terganggu dengan aroma tersebut. Hal itu terus menerus terulang hingga
kami meras muak dan menyalip suartama yang berada di depan. Tidak lama kemudian
hal yang sama dilakukan oleh agasi dan aroma yang keluar tidak kalah
menyengatnya, dengan santainya dia mengatakan bahwa sebenarnya dia sedang ingin
buang air besar. Setiap ada yang buang angin kami selawa tertawa
terbahak-bahak. Hal it terus terulang secara bergantian sampai akhirnya ami
tiba di pura selanjutnya (pura ke empat). Hal itu sungguh merupakan moment yang
tidak akan terlupakan.
Di
pura yang berada tepat di tepian tebing ini kami beristirahat cukup lama. Di
sini kami memakan sedikit roti yang tersisa untuk mengganjal perut sambil
menikmati pemandangan tebing yang curam. Di sini juga kami temui sampah plastik
yang julahnya tak kalah banyak dengan pura sebelumnya. Di pura ini kami juga
melakukan persembahyangan dan memunguti sampah yang ada. Kemudian, mengetahui
perjalanan tinggal sedikit lagi, tidak berlama-lama kami pun melanjutkan
kembali perjalanan kami. dalam perjalanan kali ini kami baru merasakan
kelelahan. Namun demikian, kami tetap bersemangat untuk menyelesaikan
perjalanan. Turunan demi turunan terus kami lalui, sampah-sampah yang kami
temui juga tak lupa kami ambil. Hingga akhirnya kami pun sampai di
pemberhentian terakhir di tempat kami memarkir motor kami. kami merasa lega
akhirnya kami sampai di bawah kembali dengan selamat. Selama perjalanan
beruntung sekali kami tidak menemui hujan, hanya semat gerimis sedikit, itu pun
hanya sebentar. Kami merasa perjalanan turun terasa lebih cepat dibandingkan
dengan perjalanan mendaki.
Kami
pun memanaskan motor kami dan segera berangkat menuju pos pendakian untuk
melapor dengan petugas yang berjaga. Setelah sampai di pos pendakian kami
menemui petugas yang kemarin berjaga. Kami menyerahkan sampah yang kami dapat
kepada mereka. Helm yang kami titipkan sebelumnya kami ambil kembali. Sebelum
kami pulang kami mengucapkan terima kasih kepada petugas atas izin dan
bantuannya kepada kami. kemudian kami pun berpamitan dan bergegas berangkat
pulang. perut yang lapar mendorong kami untuk mampir kembali di tempat kemarin
kami memakan bakso yakni di panelokan. Kami menikmati hangatnya bakso sambil
disuguhi pemandangan gunung Batur yang elok. Setelh puas dengan bakso yang kami
makan, kami kembali mengendarai motor kami untuk melanjutkan perjalanan pulang
ke secretariat Mapala Loka Samgraha. Ada sedikit kendala yang kami hadapi
selama di perjalanan pulang, beberapa dari kami merasakan rasa kantuk yang
hebat. Sampai-sampai agasi dan wahab hampir terjatuh karena ngantuk. Oleh
karena itu kami harus lebih hati-hati lagi. Di tengah perjalanan di sekitaran
daerah Kintamani kami berhenti sejenak untuk mengisi bensin kendaraan kami di
sebuah kios bensin. Kami khawatir bensin kami tidak akan cukup dan kami tidak
akan menemukan penjual bensin lagi di depan. Setelah itu kami pun terus
melanjutkan perjalanan. Kami mengendarai motor kami tidak terlalu kencang
karena kami sadar kondisi fisik kami sudah kelelahan dan mata kami sudah mengantuk.
Kami tidak mau mengambil resiko untuk memacu kencang motor kami. Banyak sekali
kasus pendaki gunung yang mengalami kecelakaan saat mengendarai kendaraan setelah
turun gunung.
Kami
pun baru sampai di sekretariat Mapala loka Samgraha pada pukul 18.15 WITA.
Bersyukur kami akhirnya selamat dan kembali lagi di secretariat tercinta.
Sungguh perjalanan yang sangat berkesan dan tidak akan terlupakan. Walaupun
kami tidak jadi mendaki ke gunung Agung, namun akhirnya kami dapat mendaki
gunung Abang sebagai gantinya. Gunung yang tidak kalah keren, dan indahnya
dengan gunung lainnya di Bali. Perjalanan ini tentunya akan memberikan
pengalaman yang berharga bagi kami dalm hal mengelola perjalanan dalam hal ini
endakian gunung Abang. Dan tentunya dengan tulisan ini kami pun berharap
pembaca dapat mendapatkan pelajaran yang serupa.