Nov 9, 2016

Published 10:54 AM by with 0 comment

Abang Bukan Agung : Laporan Perjalanan untuk dijadikan pelajaran

Ini merupakan laporan perjalanan kami saat gagal melakukan pendakian gunung Agung dua tahun silam.  Walaupun kejadian ini sudah cukup lama kami alami,  tapi saya merasa perlu untuk membagikan pengalaman ini disini. Pertanyaannya adalah kenapa bisa sampai gagal ? Bagaimana kami melalui kegagalan itu ? Lalu hikmah dan pelajaran apa yang kami peloreh dalam perjalanan kami ini ? 
  Jumat, 14 November 2014
Pada jumat Malam, kami tim pendakian melakukan persiapan untuk pendakian besok harinya. Persiapan dilakukan secara individu di rumah masing-masing namun tetap melakukan koordinasi via telepon. Persiapan yang kami lakukan ialah menyiapkan perlengkapan dan juga logistik yang dibutuhkan. Kami berbelanja di pasar untuk melengkapi perbekalan logistik kami. Persiapan kami lakukan sematang mungkin. Kami juga membuat checklist perlengkapan yang kami bawa secara detail. Persiapan belum selesai sedangkan waktu sudah larut malam sehingga kami memutuskan untuk melanjutkan persiapan kami esok harinya. Kami sepakat untuk berkumpul di sekretariat Mapala Loka Samgraha besok pada pukul 10 pagi untuk kemudian berangkat bersama-sama ke tempat tujuan.
Sabtu, 15 November 2014
Pada pukul 6 keesokan harinya, kami melanjutkan persiapan yang belum selesai. Persiapan tersebut ialah meminjam perlengkapan pendukung dari Mapala Loka Samgraha, dan membeli perlengkapan lainnya seperti spirtus. Dalam pendakian kali ini perlengkapan pendukung yang kami pinjam yakni Tenda 1 buah, GPS 1 buah, Kompas 2 buah, nesting 1 set, dan kamera 1 buah. Waktu menunjukan pukul 10, beberapa anggota tim sudah terlihat berkumpul di sekretariat. Persiapan sudah selesai dilakukan dan checklist perlengkapan (checklist perlengkapan terlampir) pun sudah dibuat dan di tempel di sekretariat. Kami berempat pun siap untuk berangkat menuju gunung Agung.
Rencana awal untuk berangkat pada pukul 10 tidak bisa dijalankan karena ada penambahan personil secara mendadak yakni Kanda ALB. Mas Ahmad Fauzi. Beliau memutuskan untuk ikut melakukan pendakian pada saat bertemu kami di sekretariat. Akhirnya kami menunggu beliau pulang ke rumahnya di Dencarik untuk melakukan persiapannya dengan ditemani oleh Suartama. Sembari menunggu beliau kami melakukan pengecekan perlengkapan kami kembali. Akhirnya Suartama dan mas Fauzi kembali pada pukul 12.00 WITA, setelah semua anggota tim berkumpul kami melakukan briefing dan pengecekan ulang sekali lagi. Setelah semua persiapan sudah fix, sebelum berangkat kami berdoa bersama dan mendengarkan arahan dari teman-teman yang tidak ikut mendaki seperti saudara Widiadnya. Tepat pukul 13.00 WITA kami berangkat dari sekretariat menuju Kabupaten Karangasem menggunakan sepeda motor, kami menggunakan 3 sepeda motor, 2 motor di gunakan bergandengan dan 1 motor dikendarai oleh 1 orang.
Di perjalanan menuju Karangasem kami sempat beberapa kali berhenti sejenak, pertama di pertamina sangket untuk mengisi bensin motor kami. Kemudian, kami juga sempat berhenti di Penelokan Bangli untuk istirahat sejenak. Sambil istirahat, disana kami membeli bakso dan mengambil beberapa foto keindahan gunung Batur. Namun, di tempat ini Wahab kehilangan jaket jurusannya. Ia tidak sadar untuk menaruh jaketnya dengan baik. Setelah istirahat kami rasa cukup, Kami pun melanjutkan perjalanan menuju Karangasem. Tidak jauh dari penelokan ada pemeriksaan yang dilakukan oleh beberapa polisi. Kami pun berhenti dan memberikan surat-surat yang diminta. Kami juga menjelaskan bahwa kami akan mendaki gunung Agung. Setelah pemeriksaan selesai kami dipersilahkan melanjutkan prjalanan.
Tepat pukul 15.48 WITA kami sampai di polsek selat, Karangasem untuk melaporkan pendakian yang akan kami lakukan. Di sana kami bertemu dengan polisi yang bertugas. Mereka terlihat bersahabat dan komunikatif, sehingga kami merasa nyaman untuk menyampaikan maksud kedatangan kami. Kami menjelaskan kepada mereka bahwa kami anggota dari Mapala Loka Samgraha UNDIKSHA akan melakukan pendakian ke gunung Agung. Namun, sangat disayangkan petugas tersebut menyampaikan bahwa pada saat ini pendakian ke gunung Agung untuk sementara tidak diperbolehkan. Hal ini dikarenakan masih adanya persembahyangan di Pura Pasar Agung yang sudah berlangsung selama hampir sebulan kebelakang. Ini dimaksudkan agar tidak mengganggu kekhusukan persembahyangan yang diadakan. Beliau menjelaskan bahwa informasi penutupan jalur pendakian ini sudah dipublikasikan di berbagai media seperti dalam Koran Bali Post. Informasi tersebut mengatakan bahwa pendakian baru diizinkan kembali mulai tanggal 21 November 2014. Beliau sangat menyayangkan bahwa kami tidak bisa melanjutkan pendakian, tapi apa boleh buat, ini semua dilakukan agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.
Kami sangat menyayangkan hal ini bisa terjadi. Persiapan yang sudah sedemikian rupa terasa percuma setelah mengetahui kami tidak bisa melanjutkan pendakian ke gunung Agung. Ini adalah kesalahan kami yang tidak mengecek terlebih dahulu secara detail tentang perizinan pendakian gunung Agung. Perlu diketahui bahwa gunung Agung adalah gunung yang sangat disucikan oleh umat hindu di Bali. Di gunung Agung tepatnya di Pura Pasar Agung sering diadakan upacara keagamaan pada hari-hari tertentu setiap tahunnya. Jadi, untuk selanjutnya setiap pendakian ke gunung Agung harus mencari informasi yang valid mengenai perizinan mendaki gunung Agung, ada atau tidak tidaknya persembahyangan di sana. Informasi bisa didapat dengan menghubungi polsek selat atau dengan mencari informasi di media sosial atau pun di Koran Bali Post. Di sisi lain kita juga bisa mencari informasi dari relasi atau teman kita sesama pendaki.
Menyadari bahwa pendakian gunung Agung saat itu sudah tidak mungkin  dilanjutkan, untuk sementara kami melupakan keinginan untuk mendaki gunung Agung. Kemudian, kami pun mencari gunung pengganti agar perjalanan dan semua perlengkapan serta logistic yang sudah di beli tidak percuma. Setelah berdiskusi sejenak, kami pun sepakat untuk mendaki gunung Abang yang berada tidak terlalu jauh dari gunung Agung. Kami merasa gunung Abang juga memiiki keunikan dan keindahan tersendiri. Gunung Abang yang memiliki ketinggian 2169 M dpl. ini memiliki medan yang cukup menantang, sehingga cocok untuk dijadikan latihan untuk mendaki gunung Agung yang lebih menantang. Dengan pertimbangan itu kami pun mengubah rencana awal kami dengan pendakian ke gunung Abang.
Pada pukul 15.55 WITA kami pun pamit dengan pihak polsek selat dan berangkat menuju gunung Abang di kabupaten Bangli. Kami sampai di pos pendakian gunung Abang pada pukul 17.30 WITA untuk melapor. Disana kami bertemu dengan petugas yang tengah berjaga. Beliau menjelaskan bahwa untuk melakukan pendakian ke gunung Abang kita perlu mengeluarkan biaya masuk sebanyak 200 ribu per kelompok yang berjumlah 5 orang dengan ditemani 1 orang pemandu lokal. Kami merasa ini merupakan jumlah yang cukup besar. Kami mencoba melakukan lobiying dan akhirnya kami hanya dikenai biaya 50 ribu dengan asumsi kami tidak ditemani pemandu lokal. Selain itu juga kami jelaskan bahwa kami akan melakukan pembersihan  di jalur yang kami lalui. Kami merasa beruntung petugas tersebut cukup bersahabat. Sebelum kami berangkat, beliau memberikan sedikit arahan kepada kami. Beliau menjelaskan bahwa disepanjang perjalanan menuju puncak gunung Abang kami akan menemukan beberapa pura yang disucikan, kami dihimbau untuk melakukan persembahyangan yang dimaksudkan untuk memohon izin untuk melakukan pendakian. Beliau juga menghimbau agar selama perjalanan kita harus menjaga etika dan tidak melakukan hal-hal yang tidak baik. 

Setelah masalah administrasi diselesaikan kami membeli perlengkapan sembahyang yakni canang sari dan dupa, kemudian melakukan persembahyangan di pura dekat pos pendakian(Pura pertama). Setelah selesai kami pun berangkat menuju ke tempat dimana kami memarkir motor kami tapi sebelumnya kami titipkan helm kami terlebih dahulu di pos pendakian. Ditengah perjalanan menuju tempat kami memarkir motor, kami menemukan pura (pura ke dua) lagi dan kami pun sembahyang lagi. Setelah itu kami kembali mengendarai motor, dan tidak jauh dari pura sebelumnya kami kembali menemukan pura lagi(pura ke tiga), namun kali ini pura yang kami temukan sedikit berbeda. Di pura ini kami banyak menemukan patung-patung yang sangat unik, dan sedikit menyerupai manusia. Patung-patung tersebut terlihat memenuhi area pura dengan disusun sedemikian rupa, sepertinya patung-patung tersebut sangat disakralkan oleh warga sekitar. Ukurannya pun beragam ada yang kecil bahkan ada yang besar hampir seukuran manusia. Disana kami bersembahyang dan tidak lupa kami juga mengabadikan pura-pura tersebut dengan mengambil beberapa gambarnya. Setelah itu, tidak jauh dari pura tersebut kami sampai di tempat dimana kami memarkirkan motor kami. Sebelum melanjutkan perjalanan, kami berdoa sejenak dan setelah itu kami pun mulai berjalan kaki melalui jalan setapak, dimana saat itu waktu tepat menunjukan pukul 18.18 WITA.

Diawal perjalanan tidak ada kendala yang berarti bagi kami, semua berjalan sesuai yang diharapkan. Pada saat kami mulai perjalanan hari sudah cukup gelap sehingga kami menyiapkan alat penerangan dan menaruhnya di luar cerier agar mudah diambil. Formasi tim pun kami atur sedemikian rupa agar perjalanan menjadi lebih efektif. Suartama sebagai leader ia memimpin di depan, ini dikarenakan hanya dia yang tahu jalur pendakian gunung Abang. Kemudian disusul oleh wahab dan lingga. Selanjutnya ada agasi dibarisan ke 4. Dan terakhir adalah Mas Fauzi diurutan terakhir sebagai sweeper. Adapun Trek yang kami lalui tidak terlalu sulit masih terbilang cukup landai. Sebagian besar trek yang kami lalui berupa tanah dan sedikit batu kerikil kecil. Trek yang kami lalui di ini berupa hutan dengan semak-semak disamping kiri dan kanan. Beberapa kali kami sempat mngambil posisi istirahat sejenak dengan membungkukan badan kami dan meminum air beberapa teguk. Sekitar setengah jam kami akhirnya sampai di pura selanjutnya (pura ke empat) yakni tepat pukul 18.55 WITA.

 Letak gunung Abang yang berdampingan dengan gunung Batur di sisi barat laut mengindikasikan bahwa gunung Abang merupakan bagian dari kaldera gunung Batur purba yang memiliki ketinggian Mdpl. Hal ini lah yang membuat Trek yang kita lalui dalam pendakian gunung Abang ini bisa dibilang cukup unik. Bila digambarkan lebih jauh, jalur pendakian ini dimulai dari arah barat gunung Abang yakni kaki gunung Abang yang terus menuju puncak ke arah timur. Jalan setapak yang dilalui merupakan tepian punggungan gunung Abang yang berbatasan langsung dengan danau Batur di arah barat daya, sehingga disisi barat daya pendaki akan terlihat tebing yang sangat curam yang mengarah langsung ke danau batur dan juga gunung batur yang mempesona. Tentu saja, para pendaki akan merasakan nuansa ekstrim namun masih bisa menikmati panorama yang indah ini. Di sisi lain, diarah tenggara trek terlihat hutan yang cukup lebat dan luas. Kedua panorama yang memiliki daya tarik tersendiri ini lah yang membuat jalur pendakian ini menjadi menarik. Itu pun yang kami raskan saat itu. Di pura ke empat ini kami beristirahat sejenak serta memakan sedikit roti untuk mengganjal perut sambil menikmati pemandangan yang indah ke arah barat daya. Tidak lupa kami juga melakukan persembahyangan di pura ini. Setelah istirahat dirasa cukup kami kembali melanjutkan perjalanan.
Perjalanan kali ini kami mulai merasakan sedikit kesulitan. Kami sudah merasa kelelahan dikarnakan perjalanan jauh sebelumnya yakni saat kami mengendarai sepeda motor. Kami juga belum mengisi tenaga kami dengan makanan utama. Kami berencana baru akan makan di puncak gunung Abang, karena kami rasa perjalanan tidak terlalu jauh lagi. Oleh karena itu, kami sedikit memaksakan diri kami untuk terus melakukan perjalanan. Seringkali kami melakukan istirahat sejenak di tengah jalan untuk minum dan memakan sedikit snack. Saat itu salah satu anggota tim yakni Mas Fauzi terlihat sudah sangat letih, terlihat dari wajahnya yang sedikit pucat. Kami terus menyemangatinya dan ia pun sedikit demi sedikit dapat meneruskan perjalanan. Selain itu, selama perjalanan kami merasa khawatir akan turun hujan karena sebelumnya langit terlihat agak mendung. Tapi kami sudah menyiapkan jas hujan di kantung carrier yang terluar untuk berjaga-jaga, selain itu barang-barang kami didalam cerrier sudah dilapisi dengan trash bag, jadi kami sudah aman. Kemudian, Kesulitan lain yang kami hadapi di perjalanan kali ini ialah medan yang sedikit lebih sulit. Kali ini medan berupa trek yang terus menanjak dengan sedikit sekali jalan landai. Terkadang treknya tidak memiliki pijakan yang nyaman, sehingga kita harus mencari pegangan ke semak atau pohon. Kerja sama sangat dibutuhkan dalam perjalanan kali ini.
Trek yang kami lalui saat ini lebih mengarah sedikit kekanan menjauhi tepian lereng namun masih terlihat jelas tepian tebing curam itu. Ditengah perjalanan kami menemukan hal unik lainnya di gunung Abang ini. Di tengah trek yang menanjak kami menemukan akar panjang yang terbentang di sepanjang jalan, dimana salah satu ujungnya terikat kuat di batng pohon. Jadi kami bisa menggunakan akar ini sebagai alat bantu naik. Akar-akar ini cukup kuat Untuk dijadikan pegangan, namun harus digunakan bergantian satu per satu untuk menjaga kalu  akar tersebut tidak terlalu kuat. Sepertinya akar-akar ini sengaja dibuatkan oleh para pendaki sebelumnya untuk mempermudah melewati medan yang sulit ini. Kami merasa terbantu oleh adanya akar-akar ini.
Akhirnya setelah satu jam lebih kami pun sampai di pura selanjutnya (pura kelima) tepat pada pukul 20.05 WITA. Seperti biasa kami melakukan persembahyangan dan beristirahat sejenak. Kami sempat berpikir untuk bermalam disini mengingat kondisi fisik yang sudah lemah. Namun akhirnya kami putuskan untuk melanjutkan perjalanan ke puncak dengan pertimbangan bahwa puncak sudah tidak jauh lagi. Selain itu, bila kita bermalam disini besok kita harus melanjutkan perjalanan dan harus menyediakan tenaga untuk perjalanan turun yang lebih berat lagi. Dengan tidak berlama-lama lagi kami pun melanjutkan perjalanan. Tidak jauh dari pura kelima kami melihat pohon besar yang sudah lama tumbang menghalangi jalan kami. Dari sana kami pun lebih berhati-hati kalau-kalau ada pohon yang tumbang lagi, karena itu sangat berbahaya. Semakin lama kami berjalan semakin kami merasa kelelahan. Sampai-sampai kami hampir merasa putus asa dan berpikir untuk menghentikan perjalanan dan mendirikan tenda di tengah jalan. Tapi Suartama sebagai leader yang pernah mendaki gunung Abang sebelumnya memberikan semangat kepada kita, dia berkali-kali menyampaikan bahwa puncak tinggal bebearapa belokan lagi dan tinggal beberapa menit saja sampai. Beberapa cara pun kami lakukan untuk memotivasi diri kami untuk melanjutkan perjalanan. Kami sering melontarkan candaan atau banyolan tentang berbagai hal. Terkadang kami mentertawakan nasib malang kami yang tidak jadi mendaki gunung Agung dan malah mendaki gunung Abang. Bisa dibilang selama pendakian ini kita tak henti-hentinya tertawa bersama. Setiap orang ari kami sering kali melontarkan banyolah khasnya masing-masing. Bisa saja tertawa terlalu sering juga menjadi salah satu penyebab kami kelelahan.
Trek menanjak dengan akar-akar pohon yang menonjol keluar menjadi pijakan kami dalam berjalan terus kami lalui. Jalan yang berkelok-kelok ke kanan lalu ke kiri menambah kerisauan kami menanti puncak gunung Abang. Pepohonan yang lebat dan tinggi menghalangi pandangan kami sehingga kami tidak bisa melihat puncaknya membuat kami tidak tahu kapan kami akan sampai di puncaknya. Hingga akhirnya kami sampai di sebuah tanjakan yang di ujungnya berbelok ke kanan. Suartama yang lebih dulu berjalan jauh di depan tiba-tiba berteriak pada saat ia sampai di belokan tersebut. Ia berteriak girang dan mengatakan pada kami bahwa kita sudah sampai di puncak gunung Abang. Mengetahui hal tersebut kami yang sedang duduk kelelahan sontak langsung berlari melewati tanjakan tersebut seolah tidak menghiraukan rasa lelah yang kami derita. Di belokan tersebut kami melihat kearah kanan dan ternyata benar kami melihat gapura sebagai gerbang terakhir menuju puncak gunung Abang. Kami semua akhirnya sampai di puncak gunung Abang, dimana terdapat satu pura lagi (pura ke enam) dibalik gapura yang kami lewati. Pada saat itu waktu menunjukan tepat pukul 21.39 WITA. Hal pertama yang kami lakukan saat sampai di sana adalah merebahkan badan kami dengan carier yang masih terpasang di pundak kamiyang sudah basah oleh keringat. Sekitar 5 menit kami berbaring, rasanya sangat bahagia sekali akhirnya bisa sampai di puncak gunung Abang.
Setelah melepas rasa lelah kami pun langsung melakukan kegiatan kami di puncak. Karena suhu disini sudah terasa sangat dingin agar kami bisa cepat makan dan istirahat kami pun membagi tugas kepada setiap anggota tim. Agasi dan fauzi bertugas mendirikan tenda, lingga dan suartama mencari kayu bakar dan wahab bertugas membuat api. Hal itu lah yang wajib di lakukan pertama kali saat memutuskan untuk bermalam, karena semua itu sangat penting bagi  keselamatan pendaki. Setelah tenda berdiri dan api menyala kami menyeiapkan perlengkapan masak don logistic yang kkami bawa lalu kemudian memasukan sisa barang lainnya kedalam tenda. Selanjutnya kami memasak bersama-sama sambil menikmati roti sebagai pengganjal perut yang sudah keroncongan. Masakan yang kami masak adalah nasi, telur dan kacang panjang yang ditumis dan mie goreng. Selain masakan tadi wahab membawa makanan special dari rumahnya yakni teri goreng pedas buatan ibunda tercinta yang sudah di packing rapi kedalam toples. Sambil menunggu masakan siap disajikan kami semua berkumpul dan membentuk lingkaran. Di sinilah kami kembali bercanda dan bercerita satu sama lain. Kami menyegarkan kembali otak kami setelah apa yang kami alami di perjalanan tadi. Tak lupa untuk menghangatkan tubuh kami, kami membuat kopi dan energen hangat. Tak terasa akhirnya semua masakan siap di santap. Tidak berlama-lama lagi kamu pun menyantap semua masakan yang kami buat. Malam itu kami merasa masakan yang kami buat sangat enak sekali. Kami tidak menyisakan sedikit pun masakan yang kami buat. Benar-benar terlihat sekali bahwa kami sudah sangat kelaparan. Perut kami pun akhirnya sudah terisi penuh dan kami pun kembali bertenaga. Setelah makan, kami merapikan kembali peralatan masak kami agar kami mudah menggunakannya esok hari.
Sebelum istirahat kami menghabiskan kopi hangat kami sambil menikmati indahnya pemandangan yang ada. Dari awal kami sampai di puncak kami tidak begitu memperhatikan pemandangan sekitar, mungkin karena perut kami yang kelaparan dan badan yang masih kelelahan. Sekarang setelah tenaga kami pulih dan pikiran kami sudah fresh kembali, kami baru menyadari bahwa pemandangan dari puncak gunung Abang di malam hari sangat mengagumkan. Dari sini kami bisa melihat hamparan bintang yang indah di langit.  Tidak hanya di langit kami juga melihat hamparan cahaya di yang indah dan tidak kalah indahnya dengan bintang di langit. Cahaya itu adalah lampu-lampu yang ada di pemukiman. Pemandangan ini bisa kami nikmati berkat cuaca yang cerah, tidak ada awan yang menutupi pandangan kami saat itu, kami sungguh beruntung. Sungguh moment yang sulit untuk dilupakan.
Kami menikmati pemandangan tersebut sampai kami lupa waktu. Sampai kami akhirnya sadar harus beristirahat untuk memulihkan kondisi fisik kami. Oleh karena itu kami pun beristirahat tepat pukul 00 22 WITA. Sebelum tidur kami memasang alarm agar dapat menyaksikan sun rise di pagi hari. Di dalam tenda kami tidur berhimpitan sebanyak 5 orang. Awalnya kami mendapatkan masalah. Tenda yang kami gunakan sedikit robek di bagian depan bawah. Beruntung suartama sudah berjaga-jaga dari awal, ia membawa lakban. Masalah pun teratasi dengan menambal lubang tersebut dengan lakban. Suhu udara semakin malam terasa semakin dingin namun itu tidak menjadi masalah karena kami semua sudah membawa Sleeping Bag untuk menghangatkan tubuh kami. Kemudaian di saat kami tertidur, masalah lain pun datang. Angin berhembus cukup kencang dari kedua sisi tenda kami, beruntung kami memasang tenda kami dengan kuat dan kokoh jadi kami aman. Kami tertidur sangat nyenyak sekali, tidur pun terasa nikmat sekali malam itu, kami tak peduli dengan apa yang terjadi, ini semua berkat perjalanan yang melelahkan.
Minggu, 16 November 2014
Di keesokan harinya pada pukul 05.30 WITA kami terbangun, namun karena suhu udara di luar masih sangat dingin kami belum berani keluar. Setelah beberapa menit salah seorang diantara kami Suratama memeberanikan diri untuk keluar. Sedangkan kami tetap berdiam diri di dalam tenda dan menghangatkan diri menggunakan sleeping bag. Tidak lama setelah suartama keluar ia pun bersorak girang, ia mengatakan tentang keindahan pemandangan sekitar. Kami yang ada di dalam tenda merasa penasaran dengan pemandangan di luar. Satu per satu kami menyusul keluar, di luar kami bertemu dengan seorang kakek yang berjalan melewati tenda kami dan menuruni lereng. Uniknya ia berjalan tidak beralaskan kaki, menggunakan celana pendek, memakai baju biasa, dan menenteng barang semacam sangkar burung. Sedangkan kita mengunakan pakain hangat lengkap. Itu merupakan moment yang menggelikan, bagaimana tidak kita dikalahkan oleh seorang bapak tua pencari burung. Setelah itu kami baru fokus melihat sekeliling kami, dan memang benar bahwa pemandangannya sangat indah diluar. Walaupun sun rise tidak terlihat karena tertutup kabut tapi ada pemandangan indah lain sebagai konpensasinya. Kami bisa melihat puncak gunung Rinjani yang berada jauh sekali di pulau Lombok sana dari atas sini. Kami juga bisa melihat gunung Batur yang indah dibalut awan putih dengan danau batur di bawahnya. Sesekali kabut terlihat naik dan menghalangi pandangan, namun menambah suasana jadi lebih indah. Semua pemandangan disemua sisi gunung jadi lebih jelas terlihat setelah matahari naik. Melihat semua pemandangan indah itu kami mengambil beberapa foto bersama.
Di tengah pemandangan indah yang ada kami melihat pemandangan yang menyedihkan. Kami baru menyadari bahwa semua pepohonan yang tumbuh di lereng sebelah barat daya gunung yang mengarah ke danau batur semuanya habis terbakar. Jadi yang terlihat adalah pemandangan gersang di sisi barat daya gunung dan hijau rindang disisi tenggara gunung. Bahkan ada beberapa pohon yang terbakar parah hingga mengakibatkan batangnya bolong terbakar di tengah-tengahnya. Sungguh pemandangan yang miris dan menyedihkan. Kami teringat dengan apa yang disampaikan petugas penjaga pos pendakian gunung Abang bahwa sebagian hutan di gunung Abang baru mengalami kebakaran hebat baru-baru ini. Berdasarkan penuturan petugas tersebut penyebab kebakaran hutan tersebut adalah musim panas yang berkepanjangan sebelumnya. Seharusnya hal ini tidak terjadi bila pihak yang bertanggung jawab sigap mengatasi masalah ini.  Tapi di tengah lahan yang gersang tersebut terlihat benih dan tunas baru yang tumbuh kembali. Sepertinya pepohonan yang sudah terbakar tersebut masih bisa tumbuh kembali. Semoga saja seiring berjalannya waktu tunas dan benih yang tumbuh kembali segera membuat kondisi hutan menjadi pulihseperti sedia kala. Pemerintah yang bertanggung jawab pun diharapkan dapat lebih sigap dalam mengatasi masalah serupa di kemudian hari.
Pagi itu kami benar-benar dimanjakan oleh keindahan alam di sekeliling gunung Abang. Waktu kami habiskan untuk berfoto-foto dengan kamera yang kami bawa. Selain berfoto dengan membawa bendera Merah Putih serta bendera Loka Samgraha Ada beberapa dari kami yang berfoto sambil membawa tulisan/kata-kata yang yang ditulis dalam selembar kertas untuk ditujukan kepada seseorang. Kemudian ada juga yang borfoto dengan menggunakan jaz almamater UNDIKSHA yang dibawanya dari rumah. Ini kami lakukan sebagai dokumentasi dan kenang-kenangan. Puas berfoto ria kami mulai bersiap untuk memasak makanan untuk sarapan. Kami berencana untuk memasak pagi harinya saja, karena kami berencana untuk turun disiang hari. Pagi itu kami memasak nasi, tempe goreng, dan mie rebus campur sosis dan kacang panjang. Setelah selesai masak kami langsung menyantap masakan tersebut dengan lahapnya. Kami menyisakan makanan kami untuk makan siang harinya.
Matahari sudah mulai naik dan cuaca saat itu sangat cerah, mendorong kami untuk bermalas-malasan dipuncak. Kami membuat kopi dan meminumnya bersama di tepi puncak dan menghadap langsung ke arah barat daya ke gunung Batur dan danau nya. Sambil mengobrol kami pandangi gunung Batur.  Disana kami membuat dokumentasi berupa video yang di prakarsai oleh Mas Fauzi sebagai Kameramennya. Setelah itu beberapa diantara kami ada yang merasa masih mengantuk sehingga memutuskan untuk tidur lagi dengan menggelar carry matt. Pada intinya kami sangat menikmati waktu kami saat berada di puncak gunung Abang kala itu. Kami merasa seolah-olah sedang berada di gunung privat, tidak ada seorang pun selain kami yang berada disana. Jadi di ketinggian gunung Abang yang mencapai 2169 Mdpl hanya kami yang ada disana. Di sana kami merasakan kesunyian, jauh dari keramaian kota. Di tengah kesunyian ini kami merasa lebih dekat dan akrab dengan teman-teman kami yang lain. Hal ini juga menjadi salah satu keistimewaan pendakian kali ini.
Setelah lama kami bermalas-malasan berada di puncak, kami memutuskan untuk kembali turun dan melanjutkan perjalanan pulang. Sebelumnya kami mmemakan makanan yang kami masak tadi pagi agar kami mempunyai tenaga yang cukup untuk perjalanan gunung. Setelah makan, kami membongkar tenda dan mempacking kembali semua barang-barang kami. Tak lupa kami juga mengecek kembali api yang sudah kami buat sebelumnya, kami memastikan api sudah padam sepenuhnya dengan menyiraminya dengan air. Sebagai insan pecinta alam kami juga wajib mengecek kembali keadaan sekitar tempat kami mendirikan tenda, agar bersih dari sampah yang kami buat. Kami memungut sampah kami dan memasukannya ke dalam trash bag yang sudah kami sediakan. Sesuai dengan rencana semula, dalam perjalanan turun ini kami akan melakukan pembersihan sampah yang ada di sepanjang jalan yang kita lalui. Oleh karena itu, kami akan membawa trash bag sembari menuruni gunung. Setelah pembersihan selesai dilakukan, kami segera menyiapkan jaz hujan dengan menaruhnya di cerries palin atas, agar mudah di keluarkan. Hal ini kami lakukan meningat cuaca terlihat sedikit mendung, Kami khawatir akan turun hujan. Akhirnya pada pukul 13.00 dengan berat hati kami pun memulai perjalanan turun gunung setelah berdoa bersama sebelumnya.
          Perjalanan pulang kami rasa tidak seberat perjalanan mendaki kemarin. Namun demikian, kami tetap berhati-hati karena kali ini trek yang kami lalui berupa turunan yang cukup berbahaya. Di perjalanan pulang ini kami dapat lebih jelas melihat trek yang kami lalui, begitu juga pemandangannya. Hutan yang lebat dengan pohon-pohon besar di sisi tenggara gunung terlihat sangat menyejukan hati. Tebing curam di sisi barat daya gunung pun terlihat mengagumkan di siang hari mengundang kami untuk kembali mengambil beberapa foto. Namun, kembali kami melihat yang mengiris hati kami. Di sepanjang jalan yang kami lalui, sering kali kami melihat goresan-goresan berupa nama yang terukir di kulit batang pohon yang masih hidup hasil dari perbuatan tangan-tnagan jail. Miris sekali kami melihatnya, kami tidak habis piker betapa tidak bertanggung jawabnya mereka yang telah melukai pohon-pohon itu. Mereka adalah orang-orang bodoh yang hanya memikirkan diri sendiri, menuliskan nama mereka dan berharap ada yang melihat lalu membacanya. Tidak hanya itu, kami juga melihat banyak sekali sampah-sampah pelastik yang berserakan di sepanjang trek yang kami lewati. Ini adalah ulah dari para pendaki gunung yang tidak bertanggung jawab, membuang sampah sembarangan. Sampah plastic yang kami temukan bahkan ada yang terlihat sudah lama sekali terkubur. Sambil lewat kami memunguti sampah-sampah plastic yang kami temukan tersebut.
              Dua penomena ini sungguh merupakan pemandangan yang tidak enak dilihat. Kami merasa sedih melihat hal ini bisa terjadi di gunung yang justru merupakan salah satu gunung yang disucikan di Bali. Kami merasa tidak rela gunung-gunung yang ada di bali khususnya gunung Abang terus di rusak dengan hal-hal semacam ini. Hal ini harus menjadi perhatian kita bersama, bagaimana kita bersama-sama bisa menjaga kesucian dan kebersihan gunung-gunung yang ada di bali. Khususnya untuk para pendaki agar lebih sadar akan kelestarian dan keindahan gunung yang didaki.
           

Sambil terus melanjutkan perjalanan kami juga tetap memunguti sampah yang kami temui. Kami bergantian membawa trash bag yang sudah berisi banyak sampah. Dalam perjalanan ini kami tidak terlalu banyak beristirahat, sehingga tidak membutuhkan waktu yag lama kami akhirnya sampai di pura yang ke lima stelah kami menemui pohon tumbang yang menghalangi jalan. Di sana kami hanya beristirahat sebentar hanya untuk minum seteguk air minum. Di tempat ini lah yang memiliki sampah paling banyak dan kebanyakan sampah yang kami temui berupa bungkusan makanan. setelah selesai beristirahat kami kembali melanjutkan perjalanan. Seperti biasa entah kenapa di sepanjang perjalanan kami tidak henti-hentinya tertawa. Salah satu hal yang membuat kami tertawa terbahak-bahak kali ini ialah, di sepanjang jalan secara kebetulan kami bergantian buang angin selama perjalanan. Yang paling pertama buang angin adalah suartama yang berjalan paling depan. Gas yang dikeluarkan memiliki aroma yang sangat tidak sedap, sehingga orang yang berjalan mengikuti di belakangnya merasa terganggu dengan aroma tersebut. Hal itu terus menerus terulang hingga kami meras muak dan menyalip suartama yang berada di depan. Tidak lama kemudian hal yang sama dilakukan oleh agasi dan aroma yang keluar tidak kalah menyengatnya, dengan santainya dia mengatakan bahwa sebenarnya dia sedang ingin buang air besar. Setiap ada yang buang angin kami selawa tertawa terbahak-bahak. Hal it terus terulang secara bergantian sampai akhirnya ami tiba di pura selanjutnya (pura ke empat). Hal itu sungguh merupakan moment yang tidak akan terlupakan.
            Di pura yang berada tepat di tepian tebing ini kami beristirahat cukup lama. Di sini kami memakan sedikit roti yang tersisa untuk mengganjal perut sambil menikmati pemandangan tebing yang curam. Di sini juga kami temui sampah plastik yang julahnya tak kalah banyak dengan pura sebelumnya. Di pura ini kami juga melakukan persembahyangan dan memunguti sampah yang ada. Kemudian, mengetahui perjalanan tinggal sedikit lagi, tidak berlama-lama kami pun melanjutkan kembali perjalanan kami. dalam perjalanan kali ini kami baru merasakan kelelahan. Namun demikian, kami tetap bersemangat untuk menyelesaikan perjalanan. Turunan demi turunan terus kami lalui, sampah-sampah yang kami temui juga tak lupa kami ambil. Hingga akhirnya kami pun sampai di pemberhentian terakhir di tempat kami memarkir motor kami. kami merasa lega akhirnya kami sampai di bawah kembali dengan selamat. Selama perjalanan beruntung sekali kami tidak menemui hujan, hanya semat gerimis sedikit, itu pun hanya sebentar. Kami merasa perjalanan turun terasa lebih cepat dibandingkan dengan perjalanan mendaki. 
           Kami pun memanaskan motor kami dan segera berangkat menuju pos pendakian untuk melapor dengan petugas yang berjaga. Setelah sampai di pos pendakian kami menemui petugas yang kemarin berjaga. Kami menyerahkan sampah yang kami dapat kepada mereka. Helm yang kami titipkan sebelumnya kami ambil kembali. Sebelum kami pulang kami mengucapkan terima kasih kepada petugas atas izin dan bantuannya kepada kami. kemudian kami pun berpamitan dan bergegas berangkat pulang. perut yang lapar mendorong kami untuk mampir kembali di tempat kemarin kami memakan bakso yakni di panelokan. Kami menikmati hangatnya bakso sambil disuguhi pemandangan gunung Batur yang elok. Setelh puas dengan bakso yang kami makan, kami kembali mengendarai motor kami untuk melanjutkan perjalanan pulang ke secretariat Mapala Loka Samgraha. Ada sedikit kendala yang kami hadapi selama di perjalanan pulang, beberapa dari kami merasakan rasa kantuk yang hebat. Sampai-sampai agasi dan wahab hampir terjatuh karena ngantuk. Oleh karena itu kami harus lebih hati-hati lagi. Di tengah perjalanan di sekitaran daerah Kintamani kami berhenti sejenak untuk mengisi bensin kendaraan kami di sebuah kios bensin. Kami khawatir bensin kami tidak akan cukup dan kami tidak akan menemukan penjual bensin lagi di depan. Setelah itu kami pun terus melanjutkan perjalanan. Kami mengendarai motor kami tidak terlalu kencang karena kami sadar kondisi fisik kami sudah kelelahan dan mata kami sudah mengantuk. Kami tidak mau mengambil resiko untuk memacu kencang motor kami. Banyak sekali kasus pendaki gunung yang mengalami kecelakaan saat mengendarai kendaraan setelah turun gunung.
             Kami pun baru sampai di sekretariat Mapala loka Samgraha pada pukul 18.15 WITA. Bersyukur kami akhirnya selamat dan kembali lagi di secretariat tercinta. Sungguh perjalanan yang sangat berkesan dan tidak akan terlupakan. Walaupun kami tidak jadi mendaki ke gunung Agung, namun akhirnya kami dapat mendaki gunung Abang sebagai gantinya. Gunung yang tidak kalah keren, dan indahnya dengan gunung lainnya di Bali. Perjalanan ini tentunya akan memberikan pengalaman yang berharga bagi kami dalm hal mengelola perjalanan dalam hal ini endakian gunung Abang. Dan tentunya dengan tulisan ini kami pun berharap pembaca dapat mendapatkan pelajaran yang serupa.
    email this       edit

0 comments:

Post a Comment