Jun 16, 2016

Published 10:45 AM by with 0 comment

Senja di Pantai Misteri di Desa Penyabangan


Degradasi warna langit yang menenangkan jiwa
“Hidup adalah sebuah misteri” kalimat itu lah yang sering disampaikan orang bijak. Baru-baru ini aku mulai memahami makna dari kaimat itu. Ya, walupun sepertinya sangat sederhana, tapi aku baru tersadar bahwa maknanya cukup luas. Semua itu terjadi begitu saja pada sore hari minggu, 16 Mei 2016 di desaku tepatnya di pantai Penyabangan. Siang itu hujan di desaku sangat deras, saking derasnya membuatku tidak bisa kembali ke kota untuk kembali beraktivitas. Sayang sekali rasanya tidak bisa hadir di tengah-tengah kegiatan bersama teman-teman di sana. Apalagi kegiatan itu adalah pelantikan salah seorang anggota di organisasiku. Mau gimana lagi, kanggoin sajalah.

Hujan yang mereda di sore harinya merubah suasana hatiku kembali bersemangat. Lalu aku putuskan untuk menghabiskan sisa waktuku hari itu untuk berjalan-jalan ke pantai. Letaknya tidak jauh dari rumah hanya 10 menit dengan berjalan kaki. Pantai ini sebenarnya tidak terkenal dan tidak seindah pantai lainnya di Bali. Namun bagiku tempat ini adalah tempat yang spesial yang tak lupa aku kunjungi setiap minggunya (enggak bosen apa ya). Ya, tempat ini tidak akan pernah membuatku bosan kawan. Selain suasana yang tenang, cocok untuk melepaskan penat dan permasalahan selama sepekan, ada hal lain yang membuatku rindu dengan tempat ini. Kalo boleh diibaratkan, pantai ini bagai sebuah kotak misteri yang tidak tahu apa yang akan kamu dapatkan di dalamnya. Aku selalu mendapatkan sensasi kepuasan yang berbeda setiap kali aku mengunjungi tempat ini. Tidak peduli berapa kali aku kesana, selalu saja ada hal baru yang tidak pernah aku duga sebelumnya. Itu lah alasan, kenapa aku bersemangat untuk pergi ke pantai ini lagi, berharap akan mendapatkan suasana baru lainnya.


Jajaran pegununganmembentang jauh ke arah timur

Secara tidak terduga, pantai ini pun kembali menyuguhkan suasana yang berbeda. Tidak pernah sebelumnya suasana hatiku menjadi begitu bersemangat seperti ini. Tidak hanya cukup mengambil gambar dengan handphoneku (sayangnya kamera HP tidak mendukung), bahkan tidak biasanya aku pun mulai menuliskan apa yang aku rasakan saat itu pada buku catatanku. Bagaimana tidak kawan, aku menyaksikan langit sangat cerah sore itu, sehingga semua pemandangan nampak jelas di mataku. Bentangan pegunungan di ufuk timur, bulan yang sudah mulai terlihat, hamparan laut yang membentang jauh dan matahari yang bersiap untuk tenggelam, memanjakan mataku untuk melihatnya. Tidak seperti biasanya, kali ini awan cukup bersahabat dengan hadir sebagai pelengkap bagi pemandangan yang indah. Tidak hanya aku yang menikmati suasana sore yang cerah terlihat juga sekelompok burung camar yang terbang rendah seperti kegirangan bahwa hujan telah berhenti. Ya, aku rasa ini berkat hujan siang tadi. Hujan yang deras membuat langit menjadi cerah. Aku benar-benar tidak menduga hujan yang sempat aku maki-maki tadi siang memberikan konpensasi yang cukup setimpal dengan menyajikan penomena alam ini. Percis seperti yang kukatan, di pantai ini hal yang tidak terduga bisa saja terjadi.

seperti permen kapas awan nampak manis dengan balutan cahaya jingga.
Seakan tidak mau kehilangan moment, kunikmati setiap goresan lukisan senja itu satu persatu dengan seksama. Semakin sore kekagumanku kian bertambah. Malas rasanya untuk pulang, padahal sudah tidak ada orang yang tersisa selain aku dipantai itu. Tanpa aku sadari, rasa kagumku pun berubah menjadi rasa penasaran. Muncul dalam benakku sederet pertanyaan sederhana tentang keindahan alam yang kusaksikan. Aku bertanya-tanya tentang deretan pegunungan yang berada jauh di ujung barat. Tampak megah sekali dilihat dari kejauhan, aku tidak tahu adakah jalan menuju puncaknya, dan adakah orang yang pernah menginjakan kakinya diatas puncaknya. Begitu banyak pertanyaan yang hinggap dalam benakku hanya dengan memandangi satu objek pegunungan itu saja. Belum selesai dengan pegunungan itu, rasa penasaranku bertambah ketika aku mendongakan kepalaku dan melihat bulan yang mulai nampak. Indah juga bulan yang terlihat di sore itu pikirku. Kuperhatikan cahayanya kian berbinar seiring matahari yang kian tenggelam. Sama seperti pegunungan tadi, bulan dengan bentuknya yang hampir mencapai lingkaran sempurna pun mengundang pertanyaan-pertanyaan serupa. Cukup lelah mendongakan kepalaku ke atas terus menerus, mataku pun beralih menatap deburan ombak di tepi pantai, pandanganku bergerak perlahan mencari awal ombak itu muncul. Pandangan mataku tidak berhenti terus bergerak ke depan menatap hamparan laut yang luas, seakan mencari ujung lain laut ini. Sampai aku melihat pertemuan antara laut dan langit, aku sadar mataku tidak sanggup melihat ujungnya. Mataku dengan segala keterbatasannya tidak dapat memuaskan rasa penasaranku untuk melihat ujung laut tersebut. Kekecewaanku teralihkan oleh biasan cahaya yang memantul dari hamparan laut itu. Pantulan cahaya bergerak berirama sejalan dengan gelombang ombak menghasilkan pemandangan yang menakjubkan.
 
hanya aku dan alam

Matahari mulai tenggelam. Cahaya nya yang terlihat meredup menghasilkan degradasi warna yang indah bukan main di langit ufuk timur. Kilauan jingga untuk kesekian kalinya harus memanjakan mataku. Mataku terpanah melihat perpaduan warna yang cantik itu, namun tidak untuk pikiranku yang masih belum menemukan jawaban akan rasa penasaranku. Rasa penasaran yang tak terjawab dikarnakan keterbatasanku. Keterbatasan mataku dalam melihat, juga daya pikirku yang lemah tidak bisa memuaskan keingintahuanku itu. Aku merenung sambil menyaksikan matahari yang tenggelam meninggalkanku sendiri untuk menyinai belahan bumi lainnya. Dia tidak peduli peduli dengan ku, padahal aku masih menikmati moment itu. Sampai pada detik–detik terakhir matahari tenggelam rasa penasaranku masih belum terjawab.
Satu hal yang aku sadari saat itu. Aku mengerti bahwa aku hanya manusia dengan segala keterbatasannya. Aku tidak bisa menjawab rasa penasaran dan keingintahuanku terhadap sesuatu dengan mudahnya. Semua terlalu sulit untuk kubayangkan, semua terlalu jauh untuk kugapai, dan semua terlalu sulit untuk disimpulkan. Layaknya seorang bayi yang tidak pernah tau bagaimana caranya mengoperasikan Televisi dan mengatur chanel yang ia sukai, yang ia tau hanyalah menangis dan meminta ibunya untuk melakukannya. Jelas sekali bahwa bayi tersebut tidak akan bisa memahami konsep-konsep yang cukup rumit ia pahami dengan kemampuan kognitifnya yang terbatas. Sepertinya hal yang terjadi pada bayi tersebut juga menimpaku, namun dalam konteks yang berbeda, tentunya dengan tingkat kemampuan nalarku saat ini. Aku diluputi dengan rasa penasaran akan hal-hal yang sepertinya sederhana. Rasa penasaran akan hal sederhana yang aku alami sore itu hanyalah bagian kecil yang aku sering temui dalam keseharianku. Dari penasaran tidak jarang berubah menjadi stress dan bahkan sampai frustasi. Sekali lagi saat itu aku sadar bahwa alam ini dan seluruh isinya masih merupakan misteri, ya seperti ungkapan yang menyatakan bahwa “hidup itu adalah misteri” tidak banyak yang aku dapat perbuat sebagai manusia dalam mengungkap misteri-misteri itu, yang bisa ku perbuat adalah menjalani kehidupan ini dengan sebaik-baiknya sambil tetap berusaha mencari tahu akan misteri kehidupan itu.
Read More
    email this       edit