Mar 13, 2016

Published 1:24 PM by with 0 comment

Kembali ke Tanah Kelahiranku




Setelah hampir 6 tahun lamanya aku merantau, akhirnya kini aku akan pulang kembali ke desaku. Desa Cengkong, ialah nama desaku, nama yang unik untuk sebuah desa kecil yang terletak di pelosok dan jauh dari keramaian. Betapa girangnya aku setelah sekian lama bisa kembali lagi ke tempat dimana aku lahir dan tumbuh besar. Kenangan masa kecil yang penuh kesederhanaan selalu terbayang setiap saat dalam beberapa hari sebelum aku berangkat, bahkan di dalam mimpi aku selalu membayangkan desaku. Sampai tiba waktunya, perjalanan menuju desaku pun dimulai. Bagiku perjalanan ini merupakan perjalanan yang penuh dengan emosional. aku sangat bersemangat ingin cepat sampai di sana. Segudang pertanyaan sudah aku siapkan untuk dilontarkan kepada keluarga , kerabat, kawan, dan bahkan untuk setiap warga desa yang aku kenal mengenai apa saja yang sudah aku lewatkan selam enam tahun kebelakang. Aku penasaran, bagaimana keadaan desaku sekarang, bagaimana keadaan halaman tempatku biasa bermain, bagaimana kondisi persawahan yang di bangga-banggakan desaku. Aku tidak sabar ingin menyambangi semua kawanku baik itu di SD dan SMP. Aku pun tidak sabar ingin menapaki setiap jengkal desa, khususnya tempat-tempat yang mengandung kenangan indah. Hal-hal tersebutlah yang mengisi lamunanku sepanjang perjalanan.


Semakin jauh bus yang aku tupangi berjalan semakin dekat aku dengan desaku, dan semakin keras pula jantungku berdetak. Akhirnya Aku pun hampir sampai di desaku. Kini aku melintasi jalan yang melewati areal persawahan yang menuju ke desaku. Di dalam mobil jemputan, sembai mengingat-ingat kembali mataku hampir tak berkedip melihat pemandangan yang tidak asing bagiku. Sampai mobil pun melewati sebuah jembatan yang tak asing bagiku. Aku baru saja teringat, jembatan ini lah yang menjadi gerbang masuk desaku, maka Aku pun sudah memasuki desaku. Kesan pertamaku setelah memasuki desaku, aku merasa kebingungan. Banyak sekali hal yang berubah di sana-sini sampai-sampai aku tak mengenalinya, Semuanya terlihat berbeda, tata ruang desa terkesan sempit dan terlihat kecil. Pada awalnya aku berpikir secara sederhana mungkin saja karna badanku yang jauh lebih besar sekarang. Namun, setelah sesaat ku berpikir kembali aku sadar bahwa desaku benar-benar telah berubah dan berbeda bayanganku tentang desaku dulu. Dimulai dari persawahan milik warga yang terbentang luas sepanjang jalan menuju desa. Persawahan yang aku lalui terlihat jauh berbeda dengan beberapa bangunan baru yang dibangun diatasnya. Pohon-pohon rindang di pinggir jalan kini tidak terlihat lagi, yang terlihat hanyalah bangunan yang semakin berhimpitan hampir melewati pembatas jalan. Terlintas aku teringat masa kecilku dulu ketika mataku tertuju pada sebidang lahan luas yang saat ini sedang dibuatkan pondasi untuk sebuah bangunan. Saat itu aku dan teman-temanku menghabiskan waktu dengan melakukan berbagai macam permainan tradisional tepat di lahan tersebut. Entah aku tak tahu bangunan apa lagi yang akan di buat. Yang aku tahu disanalah tempatku dan teman-teman menghabiskan waktu bersama dulu. Kemudian, di pinggir jalan, saluran pembuangan air yang dulunya lebar sepertinya mengalami penyempitan, mungkin dikarenakan mengalami pengendapan sampah. Dulu aku ingat sering bermain-main di saluran itu, kami membuat semacam perahu-peahuan dan melayarkannya di sana. Aku paham apa yang terjadi dengan desaku ini. Setelah enam tahun lamanya aku pergi, ternyata desaku sekarang sudah berkembang cukup pesat dengan pembangunan yang terlihat di tiap sudut desa. Aku tak tahu harus merasa senang dan bangga melihat bangunan-banguna yang cukup megah, atau malah bersedih. Namun, dari lubuk hatiku aku rindu dengan desa ku yang dulu.


Read More
    email this       edit