Jan 30, 2025
Jan 29, 2025
Bos baruku baik. Tidak banyak tekanan, aku suka itu. Tapi karna saking baiknya aku jadi segan mau bicarakan suatu hal.
Aku ingin membicarakan kontrak kerja ku. Disitu tertera bahwa aku akan dimintai denda penalty jika aku berhenti ditengah jalan demi membayar biaya pelatihan selama bekerja. Aku bingung, biaya pelatihan apa? Aku kan sudah sertified sebagai dive master.
Aku harus memberanikan diri untuk menanyakan hal itu.
Dan hal lainnya adalah soal cuti berbayar dan soal THR, karna aku tidak mendapatkan hal itu ketika aku bekerja dengan mereka sebelumnya.
Kemudian aku juga ingin menanyakan tentang sertifikat Dive master ku. Meskipun tidak terlalu penting tapi aku menginginkannya untuk kujadikan kenang-kenangan.
Jan 28, 2025
2 hari sudah aku mulai bekerja kembali di tempat yang sama setelah 2 tahun berlalu.
Ada beberapa hal yang aku sayang kan. Maksudku apa salahnya kembali ke tempat lama mu bekerja. Semoga saja aku yang salah menangkap maknanya. Tapi, aku jelas-jelas mendengarnya. Kata-kata menyakitkan.
"Ikut keluar?" Terdengar pertanyaan dari kapten setelah basa-basi salam sapa. Aku jawab "iya", lalu dia bertanya lagi "nyelem?" Kemudian aku jawab "tidak". Tapi coba kau tahu apa yang dia katakan selanjutnya. Kata-kata yang menyakitkan ku.
" Ngapain klo gak nyelem? Berat-beratin boat aja"
Apakah dia tidak menyukai kehadiran ku? Ada masalah apa dengan ku kapten ini pikirku.
Ya, aku tidak bisa menyelam seperti biasanya. Skill dan insting ku berkurang. Kini aku hanya bisa bekerja sebagai boat hand semacam kru boat.
Inilah aku yang kembali datang untuk mengulangi nya dari nol. Kembali bekerja setelah dilakukannya pesta perpisahan untuk ku 2 tahun lalu.
Aku berharap kehadiranku setidaknya berguna. Tak kutemukan lagi kata-kata yang menusuk hati lagi. Kalaupun ada semoga aku bisa mengatasinya.
Jan 27, 2025
Aku pernah berada diatas dan kini aku berada di bawah. Tak apa lah. Nanti juga diatas lagi. Sabar aja kali.
Awalnya pun di bawah, kenapa harus berduka bila kini ku berada di bawah kembali.
Ambil hikmah nya saja. Aku bisa tau mana yang memang untuk ku atau bukan untukku. Orang-orang di sekitarku pun datang dan pergi silih berganti. Aku bisa tahu jadinya mana yang bisa diandalkan dan mana yang tidak, apa yang harus jadi prioritas.
Pamanku pernah berkata bahwasanya hidup selalu ada ujian. Kaya dan miskin adalah ujian. Lalu ia lebih memilih untuk diuji dengan kekayaan. Sepertinya tidak untuku. Kekayaan membuatku lupa.
Saat ini keadaan ekonomi ku memburuk sejak 2 tahun ke belakang. Tp aku tidak terlalu ambil pusing. Mungkin karena terbiasa dengan situasi sulit. Aku lebih bisa mensyukuri hidup.
Namun hidup terus berkembang dan idealnya ekonomi pun harus membaik seiring berjalannya waktu.
Kini semuanya dimulai dari awal lagi ke Tahun 2019 dimana aku mendapatkan kesempatan menjalani kembali hidup sebagai interenship.
Tak apa lah. Tuhan memberikan kesempatan pada ku untuk memperbaiki kesalahan ku di masa silam. Aku siap untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Jun 8, 2018
Ya, aku panggil dia dengan panggilan 'apak'. Bukan panggilan umum seperti orang biasa gunakan, namun aku nyaman gunakan istilah itu. aku tidak tahu pasti bagaimana awal ceritanya aku bisa memanggilnya dangan kata itu. bisa jadi kata itu muncul diantara kata 'ayah' dan 'bapak' menjadi 'apak'. Sepertinya begitu hehe. Tapi entahlah, biarkan saja lah soal nama panggilan itu. Apak juga sepertinya takan perduli akan hal itu. Aku jadi ingat kejadian itu. Sudah lama sekali, terjadi sebuah senda gurau santai diantara apak dan saudara-saudaranya (pamanku). Pah ewin kakak nya apak yang nomer 3 yang memang suka ceplas-ceplos apa adanya sedikit bergurau pada apak.
Pah Ewin: Kalo anak saya mah manggil saya 'ayah' keren dong hehe. Bukan cuma saya aja sih, anak-anak mamah yang lain juga termasuk si Eris, si Adih, si Ian. Mereka juga anak-anaknya kalo manggil pakek 'ayah'. Kecuali uda iwan dia mah dipanggil 'papah'. ya itu jugaa masih gagah kedengerannya." Yah ewin membanggakan nama panggilannya dari anak-anaknya. "gak kayak kamu masa sih si wahab manggilnya apak sih hehehe" ia menambahkan sambil mencibir, candaan khas adik kakak. candaan itu pun mengundang tawa saudara-saudara yang ada pada saat itu.
Sedangkan apak, menanggapi cibiran itu hanya dengan senyuman dan lesung pipinya yang khas itu. tak banyak omong ia kala itu. aku yang melihat kejadian itu, kupandang apak dan kuperhatikan. Ia menoleh dan menatapku. tatapan itu seolah menyampaikan pesan padaku. matanya bilang kalau ia tak begitu peduli dengan panggilan yang aku gunakan untuknya.
Apalah arti sebuah panggilan menurutnya. namun jauh daripada itu ia melihat arti yang lebih jauh. Bahwa memiliki aku anaknya sudah merupakan kebahagiaan yang luar biasa. Tak pernah ia meminta lebih. Bahwasannya kejujuran lebih mulia dari segalanya. Ia jujur dengan kesederhanaannya. Tak perlu membohongi diri apalagi orang lain tentang apa yang kita miliki termasuk nama panggilan.
belakangan aku sadar, kalau ia cukup banyak punya nama panggilan yang berbeda entah itu dari saudaranya, ibu-bapaknya, teman sebayanya, sampai keponakannya. Setidaknnya ada beberapa yang aku tahu saja seperti Heru, Eru, 'Uh, Mang 'uh, Ba 'uh. semua panggilan itu ia terima saja, ia sama sekali tidak berpikir bahwa namanya akan mempengaruhi wibawa kehormatannya. Tidak, ia bukan tipe seperti itu. setidaknya itu dari kacamataku sebagai anaknya.
Dari nama panggilan saja sudah terlihat kesederhanaannya. itulah 'Apak'.
Bersambung...
Jun 6, 2018
berbuat terbaik untuk kesehatanmu, berbuat terbik untuk harkat dan martabatmu, membuat dirimu merasa nyaman, melakukan sesuatu sesuai hati nuranimu, mencukupi kebutuhanmu sendiri, menjaga barang-barang milikmu, merawat setiap organ tubuhmu,
sudah? oke kalau sudah lanjut lagi ke pertanyaan selanjutnya
Sudah bisakah kalian mencintai dan menyayangi orang tuamu?
memberikan mereka perhatian, kasih sayang dan cinta. Menjaga kehormatan mereka, amanat mereka, yang telah dititipkan padamu. merawatnya disaat-saat sulit mereka. melanjutkan pemberian, ilmu, atau warisan dari mereka agar lebih berdaya guna. Membuat mereka bahagia dan bangga atas apa yang kalian lakukan. mengangkat derajat mereka di mata orang lain. mengharukan namanya bahkan setelah mereka tiada.
sudah? kalau sudah bagus. itu tentang orang tua kandung kita. sekarang mari kita tanyakan pertanyaan-pertanyaan yang sama itu, namun kali ini tentang, kakek, buyut, dan leluhur kita?
bagaimana ? sudahkah kita melakukan hal itu ? kalo belum balik lagi ke atas. kalau sudah lanjut agi.
setelah itu barulah kita tanyakan kebermanfaatan diri kita pada orang lain disekitar kita. kerabat jauh, tetangga, warga satu komplek, warga satu lingkungan/kelurahan/desa/kecamatan/kabupaten/daerah/bangsa dan negara, bumi dan alam semesta beserta isinya.
Sudah sejauhmana kebermanfaatan diri kita dalam hidup?
Oct 27, 2017
![]() |
(Ada tangis di balik masker itu). |
Karma, sepertinya istilah itulah yang telah melanda kami saat itu. Semua bermula dari keberangkatan yang kurang mendapatkan restu dari keluarga kami. Kami berlima yang belum pernah mencicipi keindahan gunung ijen harus sedikit memaksakan diri berangkat meski di tengah-tengah suasana lebaran. Ya benar di Hari H lebaran kami melakukan perjalanan ini. Tidak heran kalau para orang tua kami banyak yang keberatan. Kami seolah tidak peduli dengan omelan mereka (dasar anak durhaka, hehe). Kami berpikir bahwa kesempatan tidak akan datang 2 kali, dan kami melihat moment saat itu adalah momen yang sangat pas. Akhirnya, Berbekal niat yang kuat, kami berangkat tepat di hari H idul fitri, beberapa jam setelah shalat id. Kami bermalam di kediaman salah seorang kawan kami di Banyuwangi, sebut saja ingus. Ia lah yang akan menjadi guide kami. Di sana kami mengumpulkan tenaga kami sekaligus mengisi bahan bakar untuk badan kami dengan suguhan khas lebaran berupa jajanan yang tersaji rapi dalam toples. Saking banyaknya sampai memenuhi ruang tamu, dari mulai meja sampai lantai. Alhamdulliah, orang tua ingus menyambut kami dengan sangat baik, meski mereka sedikit tidak rela kalau anaknya harus pergi naik gunung. Maafkan jiwa muda kami bu-pak, tak hati sebenarnya harus mengganggu waktu keluarga mereka.
Singkat cerita kami pun berangkat ke pos pendakian saat kami enak-enaknya tidur. Maklum saja masih sangat pagi sekali kita berangkat sekitar pukul 1 dini hari, mengingat jarak dari rumah ingus di genteng ke pos pendakian kawah ijen lumayan jauh. Sesampai disana kami dikenai karcis masuk dua kali, di gerbang masuk kawasan dan di pos. Entah apa tujuannya yang jelas total biaya yang dikeluarkan untuk 1 orang sebesar 25 ribu. Kami mulai berjalan. Trek yang tidak terlalu terjal menjadi cukup berat bagi kami yang baru bangun dan masih kekurangan istirahat. Selama perjalanan baru kali itu aku menemukan penomena unik. Jadi di sepanjang jalur pendakian ijen banyak ditemukan lalu lalang para ojek gerobak yang siap mengantarkan para wisatawan yang tidak kuat mendaki dan memilih bermalas-malasan duduk di gerobak untuk kemudian didorong sampai ke puncak. Aneh juga ya, kalau memang tidak kuat naik gunung ya jangan naik gunung lah, pikirku. Menuh-menuhin jalan saja. Ah mungkin sudah menjadi rizkinya para bapak-bapak tukang ojek, biarkan sajalah.
![]() |
Hercules nya kawah Ijen |
Selain itu aku beberapa kali kami berpapasan dengan para penambang belerang dengan beban dipundak sampai puluhan kilo blerang. Wow.. sempat kucoba mengangkatnya, namun ironisnya pikulan belerang tak bergeming sedikit pun. krik.. krik..
Akhirnya sampai juga dipuncak. Satu kata yang terlintas di benak “indah”. Rekahan tanah ditepian lereng sebelah dalam kawah nampak indah seperti telah diukir oleh seniman menjadi sebuah konfigurasi yang manis dibalut warna tosca hasil dari endapan asap belerang. Terus kupandangi lereng itu semakin kebawah menuju kawah. Dan akhirnya mataku tertuju dan berhenti pada suatu objek laksana sebuah cawan besar berisikan air kehijau-hijauan. Itulah kawah ijen yang telah memaksaku meninggalkan keluarga di hari H idul fitri ini.
![]() |
percayalah aslinya lebih keren |
![]() |
blue fire (asli bukan api kompor gas) |
Kau tahu seberapa menyesakkannya asap ini? Kalau kau tahu bau asap yang dikeluarkan korek api kayu saat pertama kali dinyalakan, nah mirip seperti itulah baunya. Tinggal sekarang coba kamu nyalakan 10 batang korek sekaligus dan hisap asapnya, hisap dalam-dalam seolah tak ada udara lain lagi disekitarmu. Hmmm.. rasakan nikmatnya (jika benar dicoba berarti anda bodoh, hehe). Sesak sekali nafasku, masker yang kusewa 15 ribu tak berguna, rasanya ingin kubuang saja masker itu. Asap pekat belerang rasanya telah masuk jauh kedalam paru-paruku dan mengendap tak keluar lagi. Air mata sudah tak henti-hentinya sedari tadi mengalir. Menyesal sekali aku turun ke bawah pikirku.
Memang sih aku lihat phenomena blue fire. Namun harganya tak sebanding dengan nyawaku. Di rumahku pun ada blue fire yang biasa ibuku gunakan untk memasak. Tak perlu lah bertaruh nyawa hanya untuk melihatnya. Sempat terlintas raut wajah orang tuaku yang tak rela ditinggal anaknya pergi di hari H idul fitri ini. Cibiran tetangga, orang tua kawan setim perjalananku yang aku culik anaknya nampaknya telah hadir padaku dalam bentuk asap belerang. Inilah karma yang aku dapat. Tak lama setelah cukup puas berfoto, mengabadikan moment kebodohanku yang takan pernah aku lakukan lagi. Segeralah aku tinggalkan tempat yang mungkin takan pernah aku kunjungi lagi ini.
Syukur, aku maih diberi kesempatan untuk bernafas lebih lama lagi. Aku selamat dan turun sampai kembali ke rumahnya Ingus lagi. Aku pun pulang membawa kesan, pengalaman yang tak terlupakan dan satu lagi bau belerang yang tak hilang selama seminggu di setiap senti seluruh pakian yang aku kenakan saat mendaki. Sama seperti bau belerang, gelak tawa diantara kami pun tak henti-hentinya keluar saat kami kenang ketololan kami yang dengan bodohnya masuk ke zona berbahaya tanpa mempedulikan peringatannya.
![]() |
senyum ternyesek sisa-sisa sadisnya asap belerang |